PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
SMP Negeri 2 Sungailiat terletak di Jalan Pemuda No.20 Sungailiat Bangk.
Di Jalan Pemuda Sungaiilat terdapat SMP dan SMA/SMK dan salahsatunya adalah SMP Negeri 2 Sungailiat. Dalam hal ini Pendidikan Agama Buddha
yang merupakan bagian dari proses
pembelajaran di SMP Negeri
2 Sungailiat menjadi salah satu landasan untuk mencapai visi SMP Negeri 2 Sungailiat.
Untuk mencapai tujuan pendidikan, diperlukan motivasi belajar dan pemahaman materi pelajaran dengan
baik, khususnya
peningkatan motivasi belajar dan pemahaman tentang kelompok umat Buddha.
Selama ini siswa di sekolah dinilai kurang dalam memahami mengenai kelompok umat Buddha.
Hal ini tentu menjadi kendala bagi sekolah dalam mewujudkan visi dan misinya.
Kenyataan ini tentu menjadi tantangan tersendiri untuk merubah pola pikir masyarakat bahwa siswa-siswi SMP Negeri
2 Sungailiat agar memiliki keinginan untuk memahami kelompok
umat Buddha dalam kehidupan mereka, khususnya siswa-siswi beragama Buddha yang
selama ini merupakan kelompok minoritas di masyarakat maupun di sekolah.
Siswa-siswi beragama
Buddha jarang untuk tampil menunjukkan potensi dirinya. Kurangnya motivasi belajar ini tentu menjadi kendala untuk dapat belajar menjadi lebih maju dan berprestasi. Sebagai minoritas, banyak potensi yang dimiliki oleh siswa-siswi beragama Buddha selama ini jarang tergali karena terkendala oleh kurangnya motivasi belajar tersebut.
Pembelajaran yang dilaksanakan
di SMP Negeri 2 Sungailiat adalah pembelajaran klasikal, mengingat sarana dan
prasarana yang masih belum lengkap dan kurang memadai. Hal ini yang menjadi
salah satu kendala untuk melaksanakan model-model atau metode pembelajaran yang
lebih bervariasi khususnya dalam Pendidikan Agama Buddha. Kurangnya variasi
model atau metode pembelajaran ini menjadikan pembelajaran Pendidikan Agama
Buddha cenderung monoton. Padahal sangat diperlukan suatu metode pembelajaran
yang bervariasi dan tentu saja metode yang tepat untuk meningkatkan motivasi
belajar dan pemahaman siswa tentang kelompok umat buddha pada pelajaran Pendidikan Agama Buddha
di SMP Negeri 2 Sungailiat.
Harapannya para peserta didik mendapat stimulus yang tepat agar motivasi
belajarnya meningkat.
Motivasi adalah sesuatu yang
dibutuhkan untuk melakukan aktivitas, secara harafiah yaitu sebagai dorongan
yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar, untuk melakukan
suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Sedangkan secara psikologis, berarti usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau
kelompok orang tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya, atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Motivasi adalah
perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan
dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa
motivasi adalah sesuatu yang kompleks.
Motivasi akan
menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia,
sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga
emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan dalam diri seseorang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubahnya pengetahuannya,
pemahamannya, sikap dan tingkahlakunya,
keterampilan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya penerimaannyadan
lain-lain aspek yang ada pada individu, merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasi lpengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Motivasi belajar dapat
juga diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi
tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu, dan bila ia tidak
suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak perasaan tidak suka
itu, motivasi adalah daya penggerak/pendorong untuk melakukan sesuatu pekerjaan, yang bias berasal dari dalam diri dan juga dari luar. Motivasi belajar merupakan sesuatu keadaan yang terdapat pada diri seseorang individu dimana ada suatu dorongan untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan.
Pemahaman berasal dari kata
paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses
pembuatan cara memahami. Pemahaman(pe·ma·ham·an)
adalah bentuk
kata benda yang memiliki arti proses, cara,
perbuatan memahami atau memahamkan.
Peningkatan pemahaman tentang
kelompok umat Buddha untuk mewujudkan menjadi seorang siswa (Buddha) mulia yang
memiliki moralitas, pengetahuan tentang Triratna, menjaga kerukunan antar umat
Buddha. Buddha bersabda bahwa
“Memiliki pengetahuan luas adalah salah satu dari saddhama yang membuat seseorang dapat menyingkirkan kejahatan,
mengembangkan perbuatan yang tak bernoda, dan menuntun diri menuju kesucian”. Kelompok
umat Buddha terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok umat Buddha yang
meninggalkan kehidupan keduniawian (Pabhajita)
dan kelompok umat Buddha yang hidup berumah tangga (Gharavasa). Yang termasuk dalam Pabhajita
adalah Bhikku, Bhikkhuni, samanera, dan samaneri. Sedangkan yang termasuk dalam
Gharavasa adalah pandita, upasaka,
dan upasika. Dengan meningkatnya pemahaman tentang kelompok umat Buddha
diharapkan siswa dapat memahami dengan baik sebagai pedoman hidup sehari-hari.
Peningkatan motivasi belajar
dan pemahaman tentang kelompok umat Buddha menjadi hal yang penting untuk di
teliti. Hal ini didasarkan hasil observasi dan diskusi peneliti bersama guru
pamong Pendidikan Agama Buddha di SMP Negeri 2 Sungailiat. Permasalahan yang
muncul adalah kurangnya motvasi belajar dan pemahaman siswa tentang kelompok
umat Buddha. Dengan dilaksanakannya penelitian tersebut diharapkan motivasi
belajar dan pemahaman tentang kelompok umat Buddha menjadi meningkat dan
setelah penelitian selesai motivasi belajar tetap terjaga dan pemahaman tentang
kelompok umat Buddha juga menjadi lebih baik. Hal ini karena selama penelitian
berlangsung, siswa juga dilibatkan dalam simulasi film pendek, mulai dari perencanaan,
pembuatan sinopsis, skenario dan pengambilan gambar (shooting).
Dengan demikian ada pengalaman
baru pada saat proses pembelajaran yang selama ini belum pernah didapatkan oleh
para siswa di SMP Negeri 2 Sungailiat. Melihat
kenyataan tersebut peneliti tertarik untuk membuat penelitian tentang:“Peningkatan Motivasi
Belajar dan Pemahaman Tentang kelompok umat Buddha
Siswa Beragama Buddha Kelas VII di SMP Negeri 2 Sungailiat Kecamatan
Sungailiat Kabupaten Bangka Tahun Pelajaran 2017/2018”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, dapat
diidentifikasi beberapa masalah yang diduga mempengaruhi kurangnya motivasi belajar dan pemahaman tentang kelompok umat
Buddha siswa beragama Buddha Kelas VII di SMP Negeri 2 Sungailiat Kabupaten
Bangka sebagai berikut:
1.
Pendekatandanstrategipembelajaranbelumsesuaidengantujuanpembelajaran.
2. Penggunaan metode pembelajaran belum bervariasi dan kadang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran.
3. Kurangnya motivasi belajar siswa disinyalir merupakan akibat dari tidak maksimalnya dalam variasi metode pembelajaran.
4. Kurangnyaefektifitaspenggunaanmetodepembelajaransekolahmenengah pertama yang
umumnyamasihklasikal.
5. Guru
masih kurang maksimal dalam menggunakan dan melakukan modifikasi terhadap metode pembelajaran.
6. Guru
kurangdalammengupayakanoptimalisasimotivasi
belajarsiswa.
7.
Aktivitas belajar siswakurangberkembangsecara
optimal.
C.
Batasan
Masalah
Untuk membatasi
permasalahan-permasalahan yang akan di bahas dalam penelitian ini, peneliti mempertimbangkan titik fokus
permasalahan dan juga efektifitas waktu yang
dibutuhkan dalam proses penelitian ini. Maka dari
itu penelitihanya membatasi pada permasalahan yang berhubungandengan metode
pembelajaran kaitannya dengan peningkatan motivasi belajar dan pemahaman tentang kelompok
umat Buddha siswa beragama Buddha Kelas VII di SMP N 2 Sungailiat.
Agar pembahasan penelitian terfokus dan tidak menimbulkan duplikasi
penafsiran ditegaskan sejauh mana Implementasi Metode Kontekstual dalam Pendidikan Agama Buddha dapat meningkatkan motivasi
belajar dan pemahaman tentang kelompok umat Buddha siswa beragama Buddha Kelas VII di SMP Negeri 2 Sungailiat Kabupaten Bangka.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan alasan pemilihan
judul yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.
Berapa besaran peningkatan motivasi belajar siswa beragama Buddha
Kelas VII di SMP Negeri 2 Sungailiat dengan metode Kontekstual.
2.
Berapa besaran peningkatan pemahaman siswa tentang kelompok umat Buddha siswa beragama Buddha kelas VII di SMP
Negeri 2 Sungailiat dengan metode Kontekstual.
E. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah
di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebagai berikut :
1.
Mendeskripsikan
besaran peningkatanmotivasi belajar siswa siswa beragama Buddha
Kelas VII di SMP Negeri 2 Sungailiat dengan metode Kontekstual.
2.
Mendeskripsikan
besaran peningkatan pemahaman siswa tentang Kelompok umat Buddha siswa beragama Buddha Kelas VII di SMP
Negeri 2 Sungailiat dengan metode Kontekstual.
F.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat teoretis
a.
Hasil Penelitian ini diharapkan
memberikan wacana, informasi atau masukan untuk memperkaya teori tentang metode
Kontekstual dikalangan maasyarakat Buddhis.
b.
Menjadi bahan kajian tindak lanjut bagi
pemerhati, pelaksana dan pembuat kebijakan untuk Pendidikan Agama Buddha.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi Guru
1)
Untuk
membangun kesadaran guru
Buddha agar mampu untuk melaksanakan metode pembelajaran
dengan lebih variatif.
2)
Penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi
guru untuk meningkatkan kemampuan dalam mengembangkan metode pembelajaran.
b.
Bagi Siswa
1)
Untuk meningkatkan motivasi belajar dan
pemahaman tentang Kelompok umat Buddha.
2)
Sebagai sumber inspirasi untuk lebih
pro aktif dalam pembelajaran.
LANDASAN TEORI
Pendidikan
berperan penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk pengembangan
ajaran Buddha. Pendidikan memiliki kaitan erat dan tidak dapat dipisahkan
dengan kurikulum. Hubungan kurikulum
dan pendidikan adalah hubungan antara isi dan tujuan. Pendidikan agama Buddha
adalah usaha yang dilakukan terencana dan berkesinambungan dalam pengembangan
kemampuan perserta didik untuk memperteguh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, serta peningkatan potensi spiritual.
Pendidikan
dalam agama Buddha dapat dikatakan bersifat pragmatis menyangkut pemecahan
masalah untuk mencapai tujuan hidup manusia. Filosofi pendidikan agama Buddha
mengacu kepada empat kebenaran mulia (Cattari
Ariya Saccani), yaitu
mengidentifikasi Dukkha, asal mula Dukkha, lenyapnya Dukkha dan jalan menuju
lenyapnya Dukkha (Mukti,2006:305).
Pendidikan
adalah penerusan nilai-nilai, pengetahuan, kemampuan, sikap dan tingkah laku,
yang dalam arti luas pendidikan merupakan hidup itu sendiri sebagai proses
menyingkirkan kebodohan dan mendewasakan diri menuju kesempurnaan. Pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan untuk mengubah pandangan hidup dari seseorang,
membentuk manusia yang bertanggung jawab, menjadi manusia yang berguna bagi
dirinya sendiri dan orang lain (Mukti,2006:304).
Selaras
dengan tujuan untuk membebaskan manusia dari penderitaan yang disebabkan oleh
kebodohan, pendidikan adalah salah satu jalan untuk mencapainya. Pendidikan
adalah penerusan nilai, pengetahuan, kemampuan, sikap dan tingkah laku; yang
dalam arti luas pendidikan merupakan hidup itu sendiri (dan belajar itu seumur
hidup), sebagai proses menyingkirkan kebodohan dan mendewasakan diri menuju
kesempurnaan. Pendidikan merupakan usaha yang disengaja dan terencana untuk
mendorong seseorang belajar dan bertanggung jawab, mengembangkan diri atau
mengubah perilaku, sehingga bermanfaat bagi kepentingan individu dan masyarakat
(Materi Pelatihan Pandita Penatar MBI, 2001: 1).
Tujuan
umum pendidikan tak berbeda dengan tujuan pembabaran agama sebagaimana yang
diamanatkan oleh Buddha kepada enam puluh orang arahat. Mereka mengemban misi
atas dasar kasih sayang, demi kebaikan, membawa kesejahteraan, keselamatan dan
kebahagiaan bagi orang banyak (Vin.I,21).
Karena mendatangkan kebaikan ini, memiliki pengetahuan dan ketrampilan
merupakan berkah utama (Sn II, 4).
Namun,
perlu diingat bahwa metode agama Buddha dalam mencapai kebenaran tertinggi -
kebangkitan dari kebodohan untuk mencari pengetahuan penuh – tidak didasarkan
pada kemajuan intelek akademis. Penerimaan ajaran itu dalam praktek yang
menuntun para pengikut kepada penerangan sempurna dan tujuan akhir – Nirvana (A
Peng: 1990: 7).
Kebenaran
terakhir juga tidak memerlukan merek agama, agama hanyalah rakit untuk
mengantar ke tujuan. sang Buddha memberikan analogi melalui perumpamaan dalam
Alagaddupama Sutta (M.I,22) dengan
mengumpamakan Dhamma sebagai rakit yang tidak perlu harus dipikul karena telah
berjasa menyeberangkan seseorang.
Pendidikan
pada dasarnya bersifat terbuka, tidak ada yang disembunyikan (D.III,100). Buddha menyangkal adanya
otoritas segolongan masyarakat tertentu, yakni kasta brahmana memonopoli
kewenangan agama dan bersifat diskriminatif. Pandangan egalitarian yang melihat
semua orang sederajat ini, membuat Buddha menjalani kehidupan rakyat biasa. Ia
membentuk suatu struktur monastik yang dinamakan Sangha, menampung murid dari
berbagai golongan masyarakat.
Buddha
dalam membabarkan Dhammanya tidak pernah membeda-bedakan orang yang akan diajarkan,
baik itu bodoh, miskin, kaya, setan, jin, raja, serta dewa sekalipun. Sang
Buddha memberikan semua ajarannya tanpa merahasiakan sedikitpun yang telah ia
dapat sehingga banyak murid-muridnya yang mencapai tingkat-tingkat kesucian
dalam waktu relatif singkat.
Buddha
tidak menghendaki pendidikan yang menghasilkan sebarisan orang buta yang saling
menuntun (M.II,170). Buddha juga
menganjurkan agar tidak segera percaya terhadap suatu ajaran, apakah itu berupa
tradisi hingga yang tertulis dalam kitab suci sekalipun, sebelum diselidiki
sendiri benar (A.I,191). Buddha
sangat menghargai kebebasan berpikir. Karena itu pendidikan dalam perspektif
agama Buddha tidak bersifat otoriter, melainkan bersifat demokratis. Bahkan
Buddha tidak menginginkan adanya ketergantungan kepada diri-Nya, dan tidak
menunjuk pengganti sebagai pemegang otoritas setelah Ia parinibbana (D.II.100).
Dharma
yang diajarkan oleh Buddha mengundang untuk dibuktikan, disebut ehipassiko,
artinya ‘datang dan lihat’ (A.III,285).
Karena pendidikan memberi tempat yang seluas-luasnya pada pengujian, pemahaman
yang rasional dan pengalaman empiris. Dalam praktiknya orientasi pendidikan
harus pada proses. Suatu proses pada dasarnya merupakan rangkaian sebab dan
akibat. “Seseorang yang melihat sebab akibat, melihat Dharma” (M.I,191).
B. METODE
PEMBELAJARAN
Buddha
adalah guru para dewa dan manusia (satthā
deva-manussānaṁ). Sebagai seorang guru, Buddha mengajar para dewa dan
manusia dengan berbagai macam metode dengan tujuan untuk membebaskan mereka
dari penderitaan (dukkha).
Penderitaan bersumber pada keinginan rendah (tanha).
Keinginan (tanha) tergantung pada
faktor lain yang mendahuluinya. Dalam rumusan sebab musabab yang saling
bergantungan (paticcasamuppada),
Buddha menempatkan di urutan pertama kebodohan (avijja). “Yang lebih buruk dari semua noda adalah kebodohan.
Kebodohan merupakan noda yang paling buruk. Para bhikkhu, singkirkan noda ini
dan jadilah orang yang tidak ternoda” (Dhp.243).
Belajar
merupakan jalan satu-satunya untuk dapat membebaskan diri dari kebodohan. Sang
Buddha juga menjelaskan pentingnya belajar dalam kehidupan manusia. “Orang yang
tidak mau belajar akan menjadi tua seperti sapi; dagingnya bertambah tetapi
kebijaksanaannya tidak berkembang” (Dhp.
152).
Mengacu
pada pembicaraan Buddha strategi pendekatan dalam pendidikan dapat dibedakan
atas, 1) Pendekatan positif yang dimana menimbulkan kesenanangan dan
keuntungan, 2) Pendekatan keras, yang dimana menunjukkan garis keras yang
menimbulkan penderitaan, dan 3) Gabungan pendekatan keras dan halus.
Buddha
membabarkan Dhamma tidak hanya dengan ceramah, dan menggunakan media yang
monoton, namun Buddha mengulang kotbahnya yang penting di berbagai kesempatan,
Buddha menggunakan narasi, diksripsi dan analisis, Buddha banyak menyampaikan
ajaran dalam bentuk cerita, syair dan media. Dengan menggunakan media seperti
pengungkapan konsep untuk menghadapi keterbatasan kata, karena yang
dipentingkah adalah makna yang disampaikan oleh sang Buddha (Mukti,2003:319).
Setiap
manusia memiliki sifat-sifat khas yang berbeda, walaupun memiliki kesamaan
dalam sifat-sifat umum. Tidak ada manusia yang persis sama di dunia, sekalipun
anak kembar. Kesamaan harkat tidak meniadakan perbedaan individual setiap
manusia yang memiliki karma masing-masing. Karma membagi para makhluk menjadi
berbeda. Dilihat dari kelahirannya, ada yang menjadi anak orang kaya, ada yang
miskin; ada yang sehat, ada yang cacat atau sakit-sakitan; ada yang cantik, ada
yang buruk rupa; dan sebagainya (M.III.202-203).
Setiap orang bersifat unik, berbeda pembawaan atau bakat. Dengan sendirinya
berbeda pula kemampuan, kecerdasan dan kecenderungan atau minatnya. Dengan
demikian pendidikan harus mampu menerima keunikan dari setiap individu
tersebut.
Pendidikan
diberikan dengan memperhatikan tingkat perkembangan manusia. Buddha membedakan
tingkat perkembangan manusia dalam empat golongan (A.II,135). Yang pertama, jenius (ugghatitannu), diumpamakan sebagai bunga teratai yang telah muncul
di atas permukaan air dan pasti mekar. Yang kedua, intelektual (vipacitannu), seperti bunga teratai
yang segera akan muncul di atas permukaan air. Yang ketiga, orang yang dapat
dilatih (neyyo), bagaikan bungan
teratai yang agak jauh di di dalam air, sehingga perlu waktu yang cukup lama
untuk muncul di permukaan. Yang keempat, orang yang gagal dilatih (padaparamo), menyerupai bunga teratai
yang tidak sempat muncul di atas permukaan air.
Sistem
pendidikan formal massal dimungkinkan dengan memperhatikan penggolongan tingkat
pendidikan formal perkembangan peserta didik. Bilamana terdapat sejumlah
peserta didik yang hampir bersamaan tingkat kemampuan, sama kebutuhan dan
minatnya, perlakuan yang sama bagi semua muridpun menjadi cukup beralasan.
Perlakuan yang istimewa perlu diberikan kepada mereka yang istimewa pula.
Perlakuan khusus diberikan kepada anak yang jenius agar mereka berkembang
optimal. Sedangkan bagi mereka yang tertinggal juga diberi perhatian khusus
sesuai dengan kebutuhannya.
Kegiatan
belajar dan pembelajaran dalam dunia pendidikan memerlukan strategi-strategi
dan metode-metode tertentu agar tercapai tujuan dari pendidikan. Buddhapun
memilih suatu strategi khusus, yaitu dengan mendahulukan orang-orang dengan
kaulitas batin yang baik sehingga mampu menangkap ajarannya dan terjamin dapat
mencapai pencerahan dalam waktu singkat. Untuk memulai suatu pengajaran harus
didahului dengan perencanaan yang baik.
Salah
satu cara Buddha mengajarkan Dhamma kepada para siswanya adalah dengan metode
ceramah (kotbah). Kotbah ini bahkan menjadi kegiatan utama dalam mempertahankan
Buddha sasana, yaitu doktrin yang berupa pengetahuan. Sang Buddha adalah
seorang pengkotbah ulung. Cara yang
digunakan Buddha tersebut adalah: (1). Beliau mengajar agar mereka yang
mendengar dapat mengetahui secara mendalam dan melihat dengan benar apa yang
pantas untuk diketahui dan dilihat; (2). Beliau mengajar dengan alasan-alasan,
sehingga mereka yang mendengar dapat merenungkan (Dhamma) dan melihatnya dengan benar (bagi diri mereka sendiri);
(3). Beliau mengajar dengan suatu cara yang luar biasa, sehingga mereka yang
mengikuti ajarannya itu dapat memperoleh faedah-faedah sesuai dengan praktek
mereka. (Dhamma Vibhanga I, 45).
Vidhurdhammabhorn
Mahathera dalam Buddha Cakkhu Asadha 2533 (1989: 9) menjelaskan bahwa seseorang
yang memberikan ceramah/ kotbah Dhamma hendaknya: (1). Menerangkan Dhamma
selangkah demi selangkah dan secara berurutan, tidak menyingkat bagian tertentu
sehingga mengurangi arti; (2). Memberikan alasan-alasan yang sesuai sehingga
para pendengarnya menjadi kian mengerti; (3). Memiliki Metta di dalam hatinya
serta mengharapkan para pendengarnya memperoleh manfaat dari kotbah Dhamma itu;
(4). Tidak mengajarkan Dhamma dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan bagi
dirinya sendiri; (5). Tidak mengajarkan Dhamma dengan maksud untuk menyerang
orang lain. Dengan kata lain tidak memuji diri sendiri dan merendahkan orang
lain.
Metode-metode
lain yang dipakai oleh Buddha, misalnya: cerita (jataka), syair-syair(geyya),
debat/dialog/diskusi(sakaccha),
pertunjukan kekuatan batin (iddhi)dan
lain-lain. Semua metode itu dipilih oleh Buddha secara bijaksana sesuai dengan
kemampuan orang yang hendak diajar. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti
membahas khusus pada metode Kontekstual yang diterapkan dalam pendidikan Agama
Buddha khususnya pada materi tentang kelompok
umat Buddha.
Kontekstual
Contextual teaching and Learning (CTL)
adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan
siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk
dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Ada
tiga hal yang harus dipahami.
Pertama CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi,
kedua CTL mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang
dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, ketiga mendorong siswa untuk dapat
menerapkan dalam kehidupan.
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL:
Terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL:
1.
Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang
sudah ada (activating knowledge)
2.
Pembelajaran untuk memperoleh dan menambah pengetahuan baru
(acquiring knowledge)
3.
Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
4.
Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge)
5.
Melakukan refleksi (reflecting knowledge)
C.
KELOMPOK
UMAT BUDDHA
1.
Kelompok masyarakat keviharaan yang dinamakan Pabbajjita
(bhikkhu bhikkhuni parisa).
2.
Kelompok masyarakat awam yang dinamakan Garavasa (upasaka upasika
parisa)
Perbedaan ini hanyalah didasarkan
pada kedudukan sosial mereka masing-masing dan bukan berarti kasta. Buddha mengatakan: “Bukan karena kelahiran
seseorang disebut Vasala (sampah masyarakat). Bukan karena kelahiran seseorang
disebut Brahmana. Hanya karena perbuatan seseorang disebut Vasala. Hanya karena
perbuatan seseorang disebut Brahmana”
a.
Gharavasa
(perumah tangga)
Perumah tangga akan hidup
layaknya anggota masyarakat biasa, hidup berkeluarga, bekerja
atau mencari nafkah, menikmati kesenangan dan kebahagiaan duniawi.
Umat Buddha kelompok ini menjalani kehidupan sehari-hari
berlandaskan sila, baik itu panca sila, athangga sila maupun pandita sila (bagi
yang sudah menjadi pandita yang ditetapkan oleh Sangha.
Perumah tangga menginginkan
kehidupan keluarga yang bahagia, harmonis
dan tentram. Ada empat hal yang perlu diperhatikan oleh umat Buddha sebagai perumah
tangga yaitu: Sadha, Sila, Caga, dan Panna.
1.
Sadha adalah keyakinan yang kuat terhadap Buddha, Dhamma,
dan Sangha. Keyakinan terhadap nilai-nilai moral dan perbuatan yang baik.
Keyakinan bahwa semua perbuatan yang telah dilakukan akan menghasilkan akibat.
2.
Sila adalah perilaku yang baik, yang meliputi perkataan,
tindakan badan dan mata pencarian yang benar.
3.
Caga adalah kesediaan untuk berdana dan berkorban untuk
meringankan penderitaan orang lain. Dana tersebut dapat berupa materi dan non
materi.
4.
Panna adalah bijaksana dalam
melihat kebenaran dan
ketidak benaran, baik dan jahat. Kebijaksanaan yang dimiliki akan membawa kesucian bagi diri sendiri.
b.
Pabbajita
(Rohaniawan)
Kelompok masyarakat keviharaan (sangha) terdiri
atas para bhikkhu, bhikkhuni,
samanera dan
samaneri. Mereka termasuk dalam kelompok ini menjalani kehidupan tanpa
berumah tangga, membaktikan diri untuk melaksanakan hidup suci.
Walaupun hidup mereka dibaktikan untuk peningkatan susila dan
rohani, kehidupan mereka sehari-haripun tidak dapat lepas dari segi sosial,
mereka tetap berhubungan dengan kelompok masyarakat awam.
Bagi umat Buddha yang ingin menjadi anggota
Sangha (Bhikkhu/bhikkhuni), mereka harus mengikuti latihan menjadi
samanera/samaneri (Pabhaja
samanera/samaneri). Menjadi samanera artinya
menjadi murid dari anggota
Sangha yang sudah mempunyai wewenang (masa kebhikkhuannya sudah memenuhi syarat).
Setelah sekian lama dan atas rekomendasi guru dari samanera tersebut, maka seorang
samanera dapat ditahbiskan sebagai bhikkhu
melalui upacara yang disebut dengan upasampada.
D. MOTIVASI
1.
Motivasi
Belajar
a.
Pengertian
motivasi
Pada
diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar.Siswa
belajar karena didorong kekuatan mental.Kekuatan mental itu berupa keinginan,
perhatian, kemauan atau cita-cita.Kekuatan mental tersebut dapat tergolong
rendah atau tinggi.Kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut
adalah sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental
yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar.
Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan,
menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu belajar.
Ada tiga
komponen utama dalam motivasi yaitu (1) kebutuhan, (2) dorongan, (3) tujuan.
Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia
miliki dengan apa yang ia harapkan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk
melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan atau pecapaian tujuan.Dorongan
yang berorientasi pada tujuan tersebut merupakan inti motivasi. Tujuan adalah hal yang ingin
dicapai oleh seorang individu.Tujuan tersebut mengarahkan perilaku belajar.
Lama
kekuatan mental dalam diri individu adalah sepanjang tugas perkembangan
manusia. Menurut Monks, kekuatan motivasi/ mental dapat dipelihara. Perjalanan
perilaku belajar dapat diperkuat dan dikembangkan.
Agama
Buddha mengenal motivasi dengan istilah viriya
dan adhittana.Viriya adalah usaha yang bersemangat dalam mengerjakan sesuatu
(Panjika,2005:137).Viriya merupakan formasi mental (cetasika) yang memiliki
karakter mendukung, memberi dorongan, pengerahan tenaga, serta memimpin.
Fungsinya adalah mendukung keadaan-keadaan mental agar tetap stabil;
manifestasinya adalah tanpa keruntuhan; dan sebab terdekatnya adalah
keterdesakan mental (samvega) atau medan energy yang bergairah, yaitu apapun
yang mengarahkan seseorang kepada tindakan penuh semangat.
Adhittana
merupakan kebulatan tekad, ketetapan hati yang kuat dalam diri. Wujud aspek
mental adhitthana adalah adhimokkha
cetasikayaitu keteguhan hati. Karakteristiknya adalah penuh keyakinan dan
manifestasinya adalah kemantapan. Tindakan yang setiap kali muncul pada diri
kita selalu berhubungan dengan motivasi. Kesungguhan tekad untuk mengerjakan
sesuatu walaupun mulanya tampak sukar dan tidak mungkin, cepat atau lambat akan
menemukan jalan untuk menyelesaikannya. Buddha juga menganjurkan agar manusia
memiliki rasa kepercayaan diri, hidup saleh, bersemangat dan tidak
bermalas-malasan, waspada, seimbang dan memiliki pengertian benar (A.V.335).
b.
Pengertian
belajar
Bagi
pelajar atau mahasiswa belajar adalah kegiatan sehari-hari yang tidak mungkin
dapat ditinggalkan atau dipisahkan dari semua kegiatan dalam menuntut ilmu di
lembaga pendidikan formal. James O.
Whittaker merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan
atau diubah melalui latihan dan pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa belajar
sebagai suatu aktivitas yang ditujukan oleh perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman (Djamarah, 2008:12-13).
Howard
L. Kingskey mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku
ditimbulkan dan diubah melalui praktek atau latihan. Drs. Slameto merumuskan
bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungan
(Djamarah, 2008:13).
Beberapa
prinsip belajar menurut Dimyati (2009:102-103) adalah sebagai berikut:
1. Belajar
menjadi bermakna bila siswa memahami tujuan belajar, oleh karena itu guru perlu
menjelaskan tujuan belajar secara hierarkis.
2. Belajar
menjadi bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantang,
urutan masalah yang menantang harus disusun guru dengan baik.
3. Belajar
menjadi bermakna bila guru mampu memusatkan segala kemampuan mental siswa dalam
progam kegiatan tertentu, disamping mengajarkan bahan secara terpisah-pisah,
guru sebaiknya membuat pembelajaran dalam pengajaran unit atau proyek.
4. Sesuai
dengan perkembangan jiwa siswa, maka kebutuhan bahan-bahan belajar siswa
semakin bertambah, guru perlu mengatur bahan dari yang paling sederhana sampai
paling menantang.
5. Belajar
menjadi menantang bila siswa memahami prinsip penilaian dan faedah nilai
belajarnya bagi kehidupan di kemudian hari, oleh karena itu guru perlu
memberitahukan kriteria keberhasilan atau kegagalan belajar
Pendapat
dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan
jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif
dan psikomotorik. Dengan memperoleh
pengalaman dari orang lain seseorang dapat belajar dan mengembangkan dirinya.
Buddha menganjurkan para siswanya agar berkelompok mempelajari semua ajaran
bersama, dan tidak mempertengkarkannya adalah unsur pengembangan cinta kasih (M.III.238).
Prinsip
pembelajaran sebagaimana Buddha lakukan senantiasa menyesuaikan dengan kondisi
dan tingkat perkembangan para siswa. Buddha senantiasa menggunakan metode
terampil (upaya kosala) sehingga apa
yang diajarkan dapat diterima dan dipahami para siswanya meskipun dengan
kondisi, kebutuhan dan latarbelakang yang berbeda-beda. Salah satu prinsip
pembelajaran Buddha adalah belajar bertahap. Buddha bersabda, aku tidak
mengatakan bahwa pencapaian pengetahuan secara mendalam dapat datang dengan
segera, sebaliknya hal itu datang melalui suatu proses yang bertahap, suatu
pelaksanaan yang bertahap, suatu jalan yang bertahap (M.I.479).
c.
Hakekat
belajar
Hakekat
belajar adalah perubahan tingkah laku. Seseorang dikatakan belajar apabila
terjadi perubahan pada diri orang yang belajar akibat adanya latihan dan
pengalaman melalui interaksi dengan lingkungan.Diibaratkan sebagai petani yang
harus bekerja keras dengan sebaik-baiknya, mengolah tanah, menabur benih,
menyiram tanamannya tentu memerlukan waktu untuk bersemi, tumbuh, bertahap
hingga akhirnya berbuah (A.I.229).
Hakekat belajar dalam konsep Buddhis adalah pengarahan diri pada jalan kebenaran
baik pada aspek teoritis (pariyyati),
praktis (patipati) dan realisasi (pativedha) (M.I.130).
d.
Pentingnya
motivasi dalam belajar
Perilaku
yang penting bagi manusia adalah belajar dan bekerja. Belajar menimbulkan
perubahan mental pada diri siswa. Bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat
bagi diri pelaku dan orang lain. Motivasi belajar dan motivasi bekerja
merupakan penggerak kemajuan masyarakat.
Motivasi
belajar penting bagi siswa dan guru. Pentingnya motivasi belajar bagi siswa
adalah sebagai berikut:
1. Menyadarkan
kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil belajar. Contohnya setelah siswa
membaca suatu bab buku bacaan, dibandingkan dengan temannya sekelas yang juga
membaca bab tersebut, ia kurang berhasil menangkap isi bacaan, maka ia
terdorong membaca lagi.
2. Menginformasikan
tentang kekuatan usaha belajar, yang dibandingkan dengan teman sebaya. Contoh,
jika terbukti usaha belajar seorang siswa belum memadai, maka ia berusaha
setekun temannya yang belajar dan berhasil.
3. Mengarahkan
kegiatan belajar, misalnya setelah ia ketahui bahwa dirinya belum belajar
secara serius, terbukti banyak bersenda gurau, maka ia akan mengubah perilaku
belajarnya.
4. Membesarkan
semangat belajar, misalnya jika ia telah menghabiskan dana belajar dan masih
ada adik yang harus dibiayai orang tua, maka ia berusaha agar cepat lulus.
5. Menyadarkan
tentang adanya perjalanan belajar dan kemudian bekerja yang berkesinambungan,
misalnya setiap hari siswa diharapkan untuk belajar di rumah, membantu
pekerjaan orang tua, dan bermain dengan teman sebaya; apa yang dilakukan
diharapkan dapat berhasil memuaskan.
Kelima
hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya motivasi tersebut disadari oleh
pelakunya sendiri. Bila motivasi disadari oleh pelaku, maka tugas belajar akan
terselesaikan dengan baik (Dimyati.2009:85)
Motivasi
belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman
tentang motivasi belajar pada siswa bermanfaat bagi guru yaitu:
1. Membangkitkan,
meningkatkan, dan memelihara semangat siswa untuk belajar sampai berhasil.
Membangkitkan bila siswa tak
bersemangat, meningkatkan bila semangat belajar timbul tenggelam, memelihara
bila semangatnya telah kuat untuk mencapai tujuan belajar.Dalam hal ini pujian,
dorongan, atau pemicu semangat dapat digunakan untuk mengobarkan semangat
belajar.
2. Mengetahui
dan memahami motivasi belajar siswa di kelas bermacam – macam, ada yang acuh
tak acuh, ada yang tidak memusatkan perhatian, ada yang bermain, ada juga yang
bersemangat untuk belajar.
Diantara yang semangat
belajar, ada yang berhasil dan tidak berhasil.Dengan bermacam ragamnya motivasi
belajar tersebut, maka guru dapat menggunakan bermacam-macam strategi belajar
mengajar.
3. Meningkatkan
dan menyadarkan guru untuk memilih salah satu diantara bermacam–macam peran
seperti sebagai penasehat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, penyemangat,
pemberi hadiah atau pendidik.
4. Memberi
peluang guru untuk unjuk kerja rekayasa pedagogis. Tantangan profesionalnya
guru terletak pada mengubah siswa tak berminat menjadi bersemangat belajar. Mengubah
siswa cerdas yang acuh tak acuh menjadi bersemangat belajar (Dimyati.2009:86).
e.
Motivasi
berprestasi
Johnson, Schwitzgebel dan
Kalb dalam Djaali (2008: 109-110) individu yang memiliki motivasi berprestasi
tinggi memiliki karakteristik: (1) menyukai situasi atau tugas yang menuntut
tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya dan bukan atas dasar
untung-untungan, nasib atau kebetulan; (2)
memiliki tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah
dicapai atau terlalu besar resikonya; (3) Mencari situasi atau pekerjaan dimana ia memperoleh umpan balik
dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaan; (4) senang bekerja sendiri
dan bersaing untuk menggungguli orang lain; (5)
mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan yang lebih baik; (6) tidak tergugah untuk
sekedar mendapatkan uang, status, atau keuntungan lainnya, dia akan mencarinya
apabila hal-hal tersebut adalah prestasi suatu ukuran keberhasilan.
Gejala
kurang motivasi belajar akan dimanifestasikan, baik secaralangsung maupun tidak
langsung dalam tingkah laku. Beberapa ciri perilakuyang berhubungan dengan
rendahnya motivasi belajar:
a. Malas melakukan tugas
kegiatan belajar, seperti malas mengerjakan PR, malasdalam membaca, dan
lain-lain.
b. Bersikap acuh tak acuh,
menentang dan sebagainya
c. Menunjukkan hasil belajar
yang rendah dibawah nilai rata-rata yang dicapaikelompoknya atau kelas.
d. Menunjukkan tingkah laku
sering membolos, tidak mengerjakan tugas yangdiberikan dan sebagainya.
e. Menunjukkan gejala
emosional yang tidak wajar seperti pemarah, mudahtersinggung.
f.
Ciri-ciri
motivasi belajar
Menurut
Sardiman (2006:83) bahwa motivasi yang ada dalam diri seseorang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut: (1). Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus
menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai) (2) Ulet
menghadapi kesulitan (tidak mudah putus asa), (3) menunjukkan minat terhadap
bermacam-macam masalah (minat untuk sukses) (4) mempunyai orientasi ke masa
depan (5) lebih senang bekerja mandiri (6) cepat bosan pada tugas-tugas yang
rutin(hal-hal yang bersifat mekanis, berulang-ulang begitu saja, sehingga
kurang kreatif) (7) dapat mempertahankan pendapatnya (bila sudah yakin akan
sesuatu) (8) tidak pernah mudah melepaskan hal yang sudah diyakini ( 9) senang
mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Belajar memerlukan motivasi.Anak didik
yang giat belajar karenadidorong untuk mendapatkan prestasi yang
tinggi.Keingingan untukmendapatkan prestasi yang tinggi merupakan kebutuhan yang
harus anak didikpenuhi.Oleh karena itu motivasi dan kebutuhan mempunyai
hubungan dalam belajar.
Menurut pandangan H.J.M.
Hermans,siswa yang memiliki rasa tanggung jawab besar dan berhasrat berprestasi
baik,menunjukkan ciri-ciri sebagai berikut:
a. Kecenderungan mengerjakan
tugas-tugas belajar yang menantang, namuntidak berada di atas taraf
kemampuannya.
b. Keinginan untuk bekerja dan
berusaha sendiri, serta menemukan penyelesaianmasalah sendiri.
c. Keinginan kuat untuk maju
dan mencari taraf keberhaPañcasīlan
yang sedikit di atastaraf yang telah dicapai sebelumnya.
d. Orientasi pada masa depan
e. Pemilihan teman kerja atas
dasar kemampuan teman itu untuk menyelesaikantugas belajar bersama, bukan atas
dasar rasa simpati atau perasaan senangterhadap teman itu
f.
Keuletan dalam belajar walaupun menghadapi rintangan (Azwar, 2000:96).
Ciri-ciri
motivasi belajar dalam Buddhisme yaitu (1) Chanda
adalah kepuasan dan kegembiraan dalam mengerjakan hal-hal yang sedang
dikerjakan (2) viriya adalah usaha
yang bersemangat di dalam mengerjakan sesuatu (3) Citta adalah memperhatikan dengan sepenuh hati pada hal-hal yang
sedang dikerjakan tanpa membiarkannya begitu saja (4) Vimamsa adalah merenungkan dan menyelidiki alasan-alasan di dalam
hal-hal yang sedang dikerjakan (Panjika, 2004:137)
g.
Jenis
motivasi belajar
Motivasi
belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk belajar. Ada
beberapa jenis motivasi belajar yaitu:
1.
Motivasi
intrinsik
Motivasi
intrinsik adalah motif-motif yang muncul dari dorongan dalam diri sendiri untuk
melakukan sesuatu.Siswa melakukan belajar karena didorong tujuan ingin
mendapatkan pengetahuan, nilai dan ketrampilan.Motivasi intrinsik mengarah pada
timbulnya motivasi berprestasi.
Motivasi
intrinsik adalah bentukmotivasi yang di dalam aktivitas belajar dimulai dan
diteruskan berdasarkandorongan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas
belajar. Yang tergolong dalammotivasi intrinsik adalah:
a. Belajar karena ingin mengetahui
seluk-beluk masalah selengkap-lengkapnya.
b. Belajar karena ingin
menjadi orang terdidik atau menjadi ahli bidang studi padapenghayatan kebutuhan
dan siswa berdaya upaya melui kegiatan belajar untukmemenuhi kebutuhan ini
hanya dapat dipenuhi dengan belajar giat (Djamarah, 2000:117)
2.
Motivasi
ekstrinsik
Motivasi
ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang
dari luar.Motivasi ekstrinsik adalah dorongan terhadap perilaku seseorang yang
ada diluar perbuatan yang dilakukannya.Oleh karena itu motivasi ekstrinsik
dikatakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar dimulai
dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak
berkaitan dengan aktivitas belajar. Dalam hal ini motivasi ekstrinsik dapat
berubah menjadi motivasi intrinsic, yaitu pada saat siswa menyadari pentingnya
belajar dan dan ia belajar dengan sungguh-sungguh tanpa disuruh orang lain.
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah (2000:117) yang tergolong bentukmotivasi belajar
ekstrinsik antara lain:
a.
Belajar
demi memenuhi kewajiban
b.
Belajar
demi menghindari hukuman yang diancam.
c.
Belajar
demi memperoleh hadiah material yang dijanjikan.
d.
Belajar
demi meningkatkan gengsi sosial.
e.
Belajar
demi tuntutan jabatan yang ingin dipegang atau demi memenuhipersyaratan
kenaikan jenjang.
f.
Belajar
demi memperoleh pujian dari orang yang penting.
Motivasi
ekstrinsik banyak dilakukan disekolah maupun dimasyarakat.Hadiah dan hukuman
digunakan untuk meningkatkan kegiatan belajar.Motivasi belajar meningkat,
karena siswa tidak senang mendapat peringatan atau hukuman dari guru atau orang
tua.Hukuman dan hadiah dapat dijadikan motivasi ekstrinsik bagi siswa untuk
belajar dengan bersemangat.
Menurut
Dimyati (2009:86-90), Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi
primer dan motivasi sekunder.
a. Motivasi
primer
Motivasi
primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif dasar.Motif-motif dasar
tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia.Manusia adalah
makhluk berjasmani, sehingga perilakunya terpengaruh oleh insting atau
kebutuhan jasmaninya.Insting itu memiliki tujuan dan memerlukan
pemuasan.Tingkah laku insting tersebut dapat diaktifkan, dimodifikasi, dipicu
secara spontan, dan dapat diorganisasikan.
Freud
berpendapat bahwa insting memiliki empat ciri yaitu tekanan, sasaran, obyek dan
sumber.Tekanan adalah kekuatan yang memotivasi individu untuk bertingkah
laku.Sasaran insting adalah kepuasan atau kesenangan.Obyek insting adalah hal
hal yang memuaskan insting baik dari dalam diri maupun luar diri
individu.Sumber insting adalah keadaan kejasmanian individu.
b. Motivasi
sekunder
Motivasi
sekunder adalah motivasi yang dipelajari. Sebagai ilustrasi, orang yang lapar
akan tertarik pada makanan tanpa belajar. Motivasi sekunder atau social
memegang peranan penting bagi kehidupan manusia.Thomas dan Znanecki
menggolong-golongkan motivasi sekunder menjadi keinginan-keinginan yaitu
memperoleh pengalaman baru, untuk mendapat respon, memperoleh pengakuan,
memperoleh rasa aman.Mc Cleland menggolongkannya menjadi kebutuhan kebutuhan
untuk berprestasi, memperoleh kasih sayang, dan memperoleh kekuasaan.
Perilaku
motivasi sekunder dipengaruhi oleh adanya sikap.Sikap adalah suatu motif yang
dipelajari. Ciri-ciri sikap yaitu:
1. Kecenderungan
berpikir, merasa, kemudian bertindak
2. Memiliki
daya dorong bertindak
3. Relative
bersifat tetap
4. Kecenderungan
melakukan penilaian
5. Dapat
timbul dari pengalaman, dapat dipelajari atau berubah.
Perilaku
selain terpengaruh oleh sikap, juga terpengaruh oleh emosi, adanya pengetahuan
yang dipercaya, kebiasaan kemauan.Emosi menunjukkan adanya sejenis kegoncangan
seseorang. Kegoncangan tersebut disertai proses jasmani, perilaku, dan
kesadaran. Emosi memiliki fungsi sebagai pembangkit energi, pemberi informasi
pada orang lain, pembawa pesan dalam berhubungan dengan orang lain, dan sebagai
sumber informasi tentang diri seseorang.Pengetahuan yang dipercaya dapat
mendorong terjadinya perilaku.Kebiasaan merupakan perilaku menetap dan
berlangsung otomatis.Kemauan merupakan tindakan mencapai tujuan dengan kuat.
Kemauan seseorang timbul karena adanya keinginan yang kuat untuk mencapai
tujuan, pengetahuan tentang cara mencapai tujuan, energy dan kecerdasan, dan
pengeluaran energi yang tepat untuk mencapai tujuan. Disini dapat disimpulkan
bahwa motivasi belajar dapat diperkuat dengan sikap, emosi, kesadaran,
kebiasaan dan kemauan.
Motivasi
dalam agama Buddha ada dua sifat yaitu: (1) motivasi yang masih diliputi oleh
kepentingan pribadi (motivasi rendah). Motivasi rendah yang masih dilandasi
keserakahan (lobha), kebencian (dosa), kebodohan batin (moha) sebagai
perbuatan akusala kamma. Munculnya motivasi ini karena adanya harapan yang akan
diperoleh. Tindakan dari motivasi rendah masih dilandasi keinginan yang sangat
kuat (tanha). (2) Motivasi yang tidak
dilandasi kepentingan pribadi (motivasi luhur). Motivasi luhur tidak dilandasi
keserakahan (lobha), kebencian (dosa), kebodohan batin (moha) yang berakibat perbuatan kusala kamma. Munculnya motivasi ini
karena adanya harapan yang akan diperoleh. Tindakan yang dilakukan didasarkan
pada kepentingan orang banyak, tidak berdasarkan kepentingan pribadi (M.II.3).
h.
Prinsip-prinsip
Motivasi belajar
Tidak
ada seseorang yang belajar tanpa motivasi.Tidak ada motivasi berarti tidak ada
belajar.Prinsip motivasi dalam Buddhisme atas dasar cinta kasih.Seperti yang
diungkapkan Buddha “Bagaimana Cunda, atas dasar cinta kasih, apa yang harus
dilakukan oleh seorang guru, yaitu mengusahakan kebahagiaan bagi
murid-muridnya. Itulah yang aku lakukan, terdorong oleh cinta kasih kepadamu” (M.I.45). Buddha memberikan petunjuk
bahwa ada tiga motif dalam belajar Dhamma, yaitu (1) belajar seperti ular air (alagaddupama pariyatti), mereka
mempelajari suatu pengetahuan tanpa di imbangi dengan kedisiplinan, tanpa di
praktekan sehingga tidak menyentuh pada perubahan sikap meskipun secara
kognitif bertambah; (2) belajar dengan motivasi demi tercapainya realisasi (nissaranattha pariyatti), mereka
belajar dengan motivasi benar yang imbangi dengan keyakinan, disiplin, aplikasi
dan penghargaan atas apa yang dipelajari hingga tercapainya realisasi
tertinggi; (3) belajar seperti penjaga gudang (bhandagarika pariyatti), mereka belajar dengan motivasi untuk
menguasai dan mencapai realisasi pengetahuan dengan sempurna, mendedikasikan
diri untuk terus menjaga dan mengembangkan pengetahuan sebagai permata berharga
yang layak untuk dimanfaatkan demi kebahagiaan banyak pihak (M.I.130).
Beberapa
prinsip motivasi belajar dalam Djamarah (2008:153-155) sebagai berikut:
1. Motivasi
sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar.
Seseorang
melakukan aktivitas belajar karena ada sesuatu hal yang mendorongnya. Seorang
yang sudah termotivasi untuk belajar maka akan melakukan aktivitas belajar
dalam rentang waktu tertentu. Dengan demikian motivasi diakui sebagai daya
penggerak yang mendorong aktivitas belajar seseorang.
2. Motivasi
intrinsik lebih utama dari pada motivasi ekstrinsik dalam belajar.
Seorang
yang belajar berdasarkan motivasi intrinsik sangat sedikit terpengaruh dari
luar.Semangat belajarnya sangat kuat. Belajar bukan hanya untuk mendapatkan
nilai tinggi, mengharapkan pujian orang lain atau mengharapkan hadiah tetapi
karena ingin memperoleh ilmu yang sebanyak-banyaknya.
3. Motivasi
berupa pujian lebih baik daripada hukuman.
Setiap
orang senang dihargai dan tidak suka dihukum dalam bentuk apapun. Memuji
berarti memberikan penghargaan atas prestasi kerja orang lain. Hal ini akan
memberikan semangat kepada seorang untuk lebih meningkatkan prestasi
belajarnya. Pujian yang diberikan harus
sesuai dengan tempat dan kondisi yang tepat karena kesalahan pujian bisa
bermakna mengejek. Meskipun begitu hukuman tetap diberlakukan dalam memicu
semangat belajar anak didik akan semakin lebih baik jika mendapatkan
penghargaan berupa pujian.
4. Motivasi
berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar
Kebutuhan
yang selalu ada dalam diri seorang peserta didik adalah keinginan untuk
menguasai ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu anak didik belajar, jika tidak
belajar berarti tidak akan mendapatkan ilmu pengetahuan. Pengembangan diri dengan
memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki ditumbuhkembangkan melalui
penguasaan ilmu pengetahuan
5. Motivasi
dapat memupuk optimism dalam belajar
Belajar
bukanlah kegiatan yang sia-sia hasilnya akan berguna bukan hanya saat ini
tetapi juga dihari-hari mendatang. Setiap tugas yang diberikan pendidik tidak
dihadapi dengan pesimisme atau merasa terbebani dengan hal itu tetapi dihadapi
dengan tenang dan percaya diri. Anak didik yang mempunyai motivasi dalam
belajar akan selalu yakin dapat menyelesaikan setiap tugas yang dilakukan.
6. Motivasi
melahirkan prestasi dalam belajar
Peserta
didik yang mempunyai motivasi yang tinggi maka akan dapat dipastikan
prestasinya baik demikian sebaliknya peserta didik yang motivasinya rendah maka
prestasi belajarnya buruk.Tinggi rendahnya motivasi dijadikan indicator baik
buruknya prestasi peserta didik.
Prinsip-prinsip
motivasi belajar sangatlah berperan dalam kesuksesan peserta didik menempuh
pendidikan yang sudah direncanakan. Buddha mengibaratkan seekor kuda yang
terlatih baik walaupun sekali saja merasakan cambukan lantas ia menjadi
bersemangat dan berlari dengan cepat dan kencang. Demikian halnya seorang yang
rajin, terampil, penuh keyakinan, memiliki Pañcasīla,
bersemangat dalam konsentrasi, serta menyelidiki ajaran dengan benar, dengan
bekal pengetahuan dan tingkah laku sempurna serta memiliki kesadaran akan
terhindar dari kesusahan (Dh.X:144).
i.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi belajar
Motivasi
dalam proses belajar dapat tumbuh maupun berubah dikarenakan adanya faktor yang
mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar adalah keserakahan (lobha), dan kebencian (dosa) untuk melenyapkan lobha dan dosa dengan jalan tengah (Majjhima
Patipada) (M.II.3).
Faktor
yang mempengaruhi motivasi belajar dalam Asti (2007:25) yaitu:
1. Cita-cita
atau aspirasi siswa
Keberhasilan
mencapai keinginan akan menumbuhkan kemauan bergiat, bahkan dikemudian hari
menimbulkan cita-cita dalam kehidupan. Timbul cita-cita dibarengi dengan
perkembangan akal, moral, kemauan, bahasa dan nilai-nilai kehidupan.Dari segi
emansipasi kemandirian, keinginan yang terpuaskan dapat memperbesarkemauan dan
semangat belajar. Dari segi pembelajaran penguatan dengan hadiah atau juga
hukuman akan dapat mengubah keinginan menjadi kemauan, dan kemudian kemauan
menjadi cita-cita. Cita-cita siswa untuk menjadi seseorang, misalnya atlit renang, maka akan memperkuat
semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar misalnya rajin berolah raga,
berlari, melompat disamping tekun berlatih renang.
Jadi
cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsi dan ekstrinsik karena
tercapainya suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri.
2. Kemampuan
belajar siswa
Setiap siswa memiliki
kemampuan belajar yang berbeda. Hal inidiukur melalui taraf perkembangan
berpikir siswa, dimana siswa yang tarafperkembangan berpikirnya konkrit tidak
sama dengan siswa yang sudahsampai pada taraf perkembangan berpikir rasional.
Siswa yang merasa dirinyamemiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, maka akan
mendorongdirinya berbuat sesuatu untuk dapat mewujudkan tujuan yang
ingindiperolehnya dan sebaliknya yang merasa tidak mampu akan merasa malasuntuk
berbuat sesuatu.
Keinginan
seorang anak perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan untuk mencapainya.
Kemampuan akan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan.
3. Kondisi
siswa
Kondisi
siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi
belajar.Seorang siswa yang sedang sakit, lapar, atau marah-marah akan
mengganggu perhatian belajar. Sebaliknya siswa yang sehat, kenyang, gembira
akan mudah memusatkan perhatian.
4. Kondisi
lingkungan siswa
Lingkungan
siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya,
dan kehidupan bermasyarakat.Kondisi lingkungan siswa yang sehat, kerukunan
hidup, ketertiban pergaulan perlu ditingkatkan mutunya.Dengan lingkungan yang
aman, tenteram, tertib, dan indah, maka semangat dan motivasi belajar mudah
diperkuat.
5. Unsur-unsur
dinamis dalam belajar dan pembelajaran
Unsur-unsur dinamis adalah
unsur-unsur yang keberadaannya didalamproses belajar tidak stabil, kadang kuat,
kadang lemah danbahkan hilang sama sekali misalnya gairah belajar, emosi siswa
dan lain-lain. Siswa memiliki perasaan,
perhatian, kemauan, ingatan, dan pikiran yang mengalami perubahan berkat
pengalaman hidup. Pengalaman dengan teman sebayanya berpengaruh pada motivasi
dan perilaku belajar.Lingkungan siswa yang berupa lingkungan alam, tempat
tinggal, dan pergaulan juga mengalami perubahan. Lingkungan budaya siswa yang
berupa surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan film semakin
menjangkau siswa.
6. Upaya
guru dalam membelajarkan siswa
Upaya guru membelajarkan
siswa adalah usaha guru dalammempersiapkan diri untuk membelajarkan siswa mulai
dari penguasaanmateri, cara menyampaikannya, menarik perhatian siswa dan
mengevaluasihasil belajar siswa.
Upaya guru membelajarkan
siswa terjadi di sekolah dan diluar sekolah. Upaya pembelajaran di sekolah
meliputi hal-hal berikut:
a. Menyelenggarakan
tertib belajar di sekolah
b. Membina
disiplin belajar dalam tiap kesempatan, seperti pemanfaatan waktu dan
pemeliharaan fasilitas sekolah.
c. Membina
belajar tertib pergaulan
d. Membina
belajar tertib lingkungan sekolah
Upaya
pembelajaran tersebut meliputi pemahaman tentang diri siswa dalam rangka
kewajiban tertib belajar, dan pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritikan,
hukuman secara tepat guna, serta mendidik cinta belajar.
j.
Fungsi
motivasi belajar
Dalam
setiap proses kegiatan belajar mengajar pasti ada siswa yang malas
berpartisipasi dalam pembelajaran, kurang berminat untuk mengikuti pelajaran,
baik mendengarkan penjelasan guru maupun tidak mengerjakan tugas belajar.
Ketiadaan minat atau keinginan terhadap suatu kegiatan belajar menunjukkan
bahwa tidak adanya motivasi belajar dalam diri.
Motivasi mempunyai fungsi
yang sangat penting dalam belajar siswa,karena motivasi akan menentukan
intensitas usaha belajar yang dilakukan olehsiswa. Siswa yang memilikimotivasi
yang tinggi, belajarnya lebih baik dibandingkan dengan para siswa yangmemiliki
motivasi rendah. Hal ini berarti siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi
akan tekun dalam belajar dan terus belajar secara kontinyu tanpa mengenalputus
asa serta dapat mengesampingkan hal-hal yang dapat mengganggu kegiatanbelajar.
Motivasi
berfungsi sebagai pendorong, pengarah dan penggerak tingkah laku.Motivasi
belajar mempunyai nilai dalam menentukan keberhaPañcasīlan, demokratisasi pendidikan, membina kreativitas, dan
imajinitas guru, pembinaan disiplin kelas, serta menentukan efektivitas
pembelajaran. Ada kaitan yang erat antara motivasi dan kebutuhan, serta driver dengan tujuan dan insentif. Menurut Abraham Maslow bahwa
seseorang termotivasi karena memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi. Motivasi
belajar siswa berkaitan erat dengan keinginan siswa untuk terlibat dalam proses
pembelajaran.
Sardiman
(2006:85) berpendapat bahwa motivasi selain berfungsi sebagai pendorong usaha
dan pencapaian prestasi, juga berfungsi sebagai berikut: (a) mendorong manusia untuk berbuat, yaitu sebagai penggerak atau motor yang melepaskan
energi dalam kegiatan yang akan dikerjakan (b) Menentukan arah perbuatan, yakni
kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan
arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya (c) Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang akan dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,
dengan menyingkirkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.
Dari pendapat di atas sangat
jelas bahwa motivasi sangat penting dalamproses belajar mengajar, karena
motivasi dapat mendorong siswa untukmelakukan aktivitas-aktivitas tertentu yang
berhubungan dengan kegiatan belajarmengajar. Dalam proses belajar mengajar
tersebut diperlukan suatu upaya yangdapat meningkatkan motivasi siswa, sehingga
siswa yang bersangkutan dapatmencapai hasil belajar yang optimal.
Fungsi
motivasi dalam buddhisme yaitu samuttejana.Samuttejana adalah besar hati dalam
berusaha dan pekerjaan yang dilakukan dengan sepenuh hati, mantap dalam
melakukan sesuatu hingga selesai, tidak malas dan tidak takut dalam kesulitan (Panjika, 2004:129).
k.
Upaya
meningkatkan motivasi belajar.
Menurut
Dimyati (2009:101) Meningkatkan motivasi belajar dapat dilakukan dengan:
1. Optimalisasi
penerapan prinsip belajar
Kehadiran
siswa di kelas merupakan awal motivasi belajar.Dalam upaya pembelajaran, guru
berhadapan dengan siswa dan bahan ajar. Untuk dapat membelajarkan atau
mengajarkan bahan pelajaran dipersyaratkan yaitu guru telah mempelajari bahan
pelajaran, guru telah memahami bagian-bagian yang mudah, sedang, sukar, guru
telah menguasai cara-cara mempelajari bahan, dan guru telah memahami sifat
bahan pelajaran tersebut.
Upaya
pembelajaran terkait dengan beberapa prinsip belajar.Beberapa prinsip belajar
menurut Dimyati (2009:102-103) adalah sebagai berikut:
a. Belajar
menjadi bermakna bila siswa memahami tujuan belajar, oleh karena itu guru perlu
menjelaskan tujuan belajar secara hierarkis.
b. Belajar
menjadi bermakna bila siswa dihadapkan pada pemecahan masalah yang menantang,
urutan masalah yang menantang harus disusun guru dengan baik.
c. Belajar
menjadi bermakna bila guru mampu memusatkan segala kemampuan mental siswa dalam
progam kegiatan tertentu, disamping mengajarkan bahan secara terpisah-pisah,
guru sebaiknya membuat pembelajaran dalam pengajaran unit atau proyek.
d. Sesuai
dengan perkembangan jiwa siswa, maka kebutuhan bahan-bahan belajar siswa
semakin bertambah, guru perlu mengatur bahan dari yang paling sederhana sampai
paling menantang.
e. Belajar
menjadi menantang bila siswa memahami prinsip penilaian dan faedah nilai
belajarnya bagi kehidupan di kemudian hari, oleh karena itu guru perlu
memberitahukan kriteria keberhaPañcasīlan
atau kegagalan belajar.
2. Optimalisasi
unsur dinamis belajar dan pembelajaran
Guru
adalah pendidik sekaligus pembimbing belajar. Guru lebih memahami keterbatasan
waktu bagi siswa. Seringkali siswa lengah tentang nilai kesempatan belajar.
Guru dapat mengoptimalisasi unsur-unsur dinamis yang ada dalam diri siswa dan
yang ada di lingkungan siswa. Upaya optimalisasi tersebut adalah:
a. Pemberian
kesempatan pada siswa untuk mengungkap hambatan belajar yang dialaminya.
b. Memelihara
minat kemauan, dan semangat belajarnya sehingga terbentuk tindak belajar.
c. Meminta
kesempatan kepada orang tua siswa atau wali agar memberi kesempatan kepada
siswa untuk beraktualisasi diri dalam belajar.
d. Memanfaatkan
unsur-unsur lingkungan yang mendorong belajar, misalnya surat kabar, internet,
tayangan televisi, HP, dll yang mengganggu pemusatan perhatian belajar agar
dicegah.
e. Menggunakan
waktu secara tertib, penguat dan suasana gembira terpusat pada perilaku
belajar.
f. Guru
merangsang siswa dengan penguatan memberi rasa percaya diri bahwa ia dapat
mengatasi segala hambatan dan bisa berhasil.
3. Optimalisasi
pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa
Guru
sebagai penggerak perjalanan belajar siswa perlu memahami dan mencatat
kesukaran- kesukaran siswa. Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan
memantau tingkat kesukaran pengalaman belajar , dan segera membantu mengatasi
kesukaran belajar sebelum siswa putus asa. Upaya optimalisasi pemanfaatan
pengalaman siswa dapat dilakukan dengan:
a) Siswa
ditugasi membaca bahan belajar
sebelumnya; tiap membaca bahan belajar siswa mencatat hal-hal yang
sukar, catatan hal-hal yang sukar tersebut diserahkan kepada guru.
b) Guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi
siswa.
c) Guru
memecahkan hal-hal yang sukar, dengan mencari cara memecahkan .
d) Guru
mengajak serta siswa mengalami dan mengatasi kesukaran.
e) Guru
memberi penguatan kepada siswa yang berhasil mengatasi kesukaran belajarnya
sendiri.
f) Guru
menghargai pengalaman dan kemampuan siswa agar belajar secara mandiri (Dimyati,
2009:105-106).
4. Pengembangan
cita-cita dan aspirasi belajar
Guru
adalah pendidik anak bangsa, yang berkesempatan mengembangkan cita-cita belajar
serta berpeluang merekayasa dan mendidikan cita-cita bangsa. Mendidikan
cita-cita belajar pada siswa merupakan upaya memberantas kebodohan masyarakat.
Upaya mendidik dan mengembangkan cita-cita belajar dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Cara-cara mendidik dan
mengembangkan cita-cita belajar dapat dilakukan dengan:
a)
Guru menciptakan suasana
belajar yang menggembirakan, seperti mengatur kelas dan sekolah yang indah dan tertib sehingga siswa merasa
nyaman di sekolah.
b)
Guru mengikut sertakan semua
siswa untuk memelihara fasilitas belajar, misalnya siswa diajak serta
memelihara ketertiban dan keindahan kelas, perpustakaan, alat-alat olah raga,
kebun sekolah, dll.
c)
Guru mengajak serta siswa
untuk membuat perlombaan unjuk belajar, seperti lomba baca Dhammapada, lomba
dhammadesana, lomba menyanyi buddhis, dll.
d)
Guru mengajak serta orang tua
siswa untuk melengkapi fasilitas belajar seperti buku bacaan, alat olah raga,
kebun percobaan, dll.
e)
Guru memberanikan siswa untuk
mencatat keinginan-keinginan di notes pramuka, dan mencatat keinginan yang
dicapai dan tak dicapai; siswa diajak berdiskusi tentang keberhaPañcasīlan atau kegagalan mencapai
keinginan; selanjutnya siswa diminta merumuskan keinginan-keinginan yang baru
yang di duga dapat dicapai.
f)
Guru bekerja sama dengan pendidik lain seperti orang tua,
pemuka agama, pramuka, dan para instruktur pendidik pemuda, untuk mendidik dan
mengembangkan cita-cita belajar sepanjang hayat.
Dapat
disimpulkan bahwa pengembangan cita-cita belajar dapat ditempuh dengan jalan
membuat kegiatan belajar sesuatu.Penguat berupa hadiah diberikan pada setiap
siswa yang berhasil.Sebaliknya dorongan keberanian untuk memiliki cita-cita
diberikan kepada setiap siswa yang berasal dari semua lapisan masyarakat.
Seorang pendidik harus bisa
membangkitkan motivasi para peserta didikpada saat menyampaikan materi. Peserta
didik akan termotivasi belajarbersemangat untuk belajar, serta dapat
menghindari rasa jenuh jika pendidikpandai untuk membangkitkan motivasi
belajar. Menurut Mulyasa (2003:114)terdapat beberapa prinsip yang dapat
diterapkan untuk meningkatkan motivasipeserta didik, diantaranya :
a. Peserta didik akan belajar
lebih giat apabila topik yang dipelajarinya menarik, dan berguna bagi dirinya.
b. Tujuan pembelajaran harus
disusun dengan jelas dan diinformasikan kepadapeserta didik sehingga mereka
mengetahui tujuan belajar.
c. Peserta didik harus selalu
diberitahu tentang hasil belajarnya.
d. Pemberian pujian dan hadiah
lebih baik daripada hukuman, namun sewaktuwaktuhukuman juga diperlukan.
e. Manfaatkan sikap-sikap,
cita-cita dan rasa ingin tahu peserta didik.
f. Usahakan untuk memperhatikan
perbedaan individual peserta didik, misalnyaperbedaan kemampuan, latar belakang
dan sikap terhadap sekolah atau subyektertentu.
g. Usahakan untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik dengan jalanmemperhatikan kondisi fisiknya, memberikan
rasa aman, menunjukkan bahwaguru memperhatikan mereka, serta mengarahkan
pengalaman belajar kearahkeberhaPañcasīlan
sehingga mencapai prestasi.
Motivasi yang kuat akan
membuat siswasanggup bekerja keras untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuannya,
danmotivasi itu muncul karena dorongan adanya kebutuhan. Dorongan
seseoranguntuk belajar menurut Maslow yang mengutip dari Sardiman (2002:78)
sebagaiberikut:
a. Kebutuhan fisiologis,
seperti lapar, haus, kebutuhan untuk istirahat dansebagainya.
b. Kebutuhan akan keamanan,
yakni rasa aman bebas dari rasa takut dankecemasan.
c. Kebutuhan akan cinta
kasih, rasa diterima dalam suatu masyarakat ataugolongan (keluarga, sekolah,
kelompok).
d. Kebutuhan untuk mewujudkan
diri sendiri, yakni mengembangkan bakatdengan usaha mencapai hasil dalam bidang
pengetahuan, sosial danpembentukan pribadi.
Dari berbagai macam kebutuhan
tersebut, ada cara untuk merangsangmotivasi belajar siswa yang merupakan
dorongan intrinsik. Menurut Sardiman(2001:90) beberapa bentuk dan cara
menumbuhkan motivasi belajar di sekolah yaitu:
a.
Memberi
angka
Angka dalam hal ini sebagai
simbol dari nilai kegiatan belajarnya.Banyaksiswa belajar, yang utama justru
untuk mencapai angka atau nilai yang baik.Sehingga siswa biasanya yang dikejar
adalah nilai ulangan atau nilai-nilai padaraport angkanya yang baik.
b.
Hadiah
Hadiah juga dapat digunakan
untuk menumbuhkan motivasi siswa, karena akanmendorong siswa untuk lebih giat
belajar.
c.
Saingan/kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat
digunakan sebagai alat motivasi untukmendorong belajar siswa.Persaingan, baik
persaingan individual maupunpersaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa.
d. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran
kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas danmenerimanya sebagai tantangan
sehingga bekerja keras denganmempertaruhkan harga diri, adalah salah satu
bentuk motivasi yang cukuppenting.
e.
Memberi ulangan
Para siswa akan menjadi
giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. Olehkarena itu, memberi ulangan
ini juga merupakan sarana motivasi.
f.
Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil
pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akanmendorong siswa untuk lebih giat
belajar.
g.
Pujian
Dengan memberi pujian
akan memupuk suasana yang menyenangkan danmempertinggi semangat belajar
sekaligus akan membangkitkan harga diri.
h.
Hukuman
Hukuman sebagai reinforcement yang negatif tetapi kalau
diberikan secaratepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi.
i.
Hasrat
untuk belajar
Hasrat untuk belajar
berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasiuntuk belajar, sehingga
sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.
j.
Minat
Motivasi muncul karena
ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlahkalau minat merupakan alat
motivasi yang pokok.Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa,
merupakan alatmotivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang
harusdicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan
timbulgairah untuk terus belajar.
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas, maka penulis menyimpulkanbahwa penekanan segi-segi
tertentu pada motivasi tersebut justru mengisyaratkan guru bertindak taktis dan
kreatif dalam mengelola motivasi belajar siswa.Motivasi belajar dihayati,
dialami, dan merupakan kekuatan mental pelajar dalam belajar. Dari siswa, motivasi
tersebut perlu dihidupkan terus untuk mencapai hasil belajar yang optimal dan
dijadikan dampak pengiring, yang selanjutnya menimbuklan program belajar
sepanjang hayat, sebagai wujud kemandirian dalam cita-cita atau aspirasi siswa,
kemampuan siswa, kondisi siswa, kemampuan siswa mengatasi kondisi lingkungan
negatif dan dinamika siswa dalam belajar. Dari sisi guru, motivasi belajar pada
siswa berada pada lingkup program dan tindak pembelajaran.Oleh karena itu guru
berpeluang untuk meningkatkan, mengembangkan, dan memelihara motivasi belajar
dengan optimalisasi penerapan prinsip belajar, dinamisasi perilaku pribadi
siswa seutuhnya, pemanfaatan pengalaman dan kemampuan siswa, aspirasi dan
cita-cita serta tindakan pembelajaran sesuai rekayasa pedagogis.
E. PEMAHAMAN
Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar,
sedangkan pemahaman merupakan proses pembuatan cara memahami (Em Zul, Fajri
& Ratu Aprilia Senja, 2008:607-608). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia; pe·ma·ham·an; bentuk kata benda yang berarti proses, cara,
perbuatanmemahamiataumemahamkan.
Peningkatan pemahaman tentang Kelompok
umat Buddhauntuk mewujudkan menjadi seorang siswa (Buddha) mulia yang
memiliki moralitas, menjaga pintu-pintu indriyanya(M.II.355). Buddha bersabda dalam Manggala Sutta bahwa “Memiliki pengetahuan luas adalah salah satu
dari saddhama yang membuat seseorang
dapat menyingkirkan kejahatan, mengembangkan perbuatan yang tak bernoda, dan
menuntun diri menuju kesucian” (A.IV.27).
Dengan meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman tentang Kelompok umat Buddhasama halnya dengan mengembangkan perbuatan yang
tak ternoda dan menuntun diri menuju kesucian, memiliki moralitas yang baik.
Dalam Sigalaka Sutta Buddha
menyatakan “Ada empat kekotoran perbuatan yang harus ditinggalkan. Pertama
adalah membunuh, ke dua adalah mengambil apa yang tidak diberikan, ke tiga
adalah pelanggaran seksual, ke empat adalah berbohong. Ini adalah empat
kekotoron perbuatan yang harus di tinggalkan (D.III.180). Ketagihan pada minuman keras dan obat-obatan yang
menyebabkan kelambanan adalah cara pertama menghabiskan harta (D.III.183). Empat kekotoran perbuatan
dan ketagihan minuman dan obat-obatan yang menyebabkan kelambanan tersebut
kemudian dikenal sebagailima Kelompok umat
Buddhabagi perumah tangga. Dengan meningkatnya pemahaman tentang sīla, khususanya Pañcasīla, diharapkan dapat dilaksanakan dengan baik sebagai
pedoman hidup sehari-hari.
Kelompok umat BuddhaBuddhis digunakan
untuk seseorang yang akan memasuki kehidupan beragama Buddha. Sang Buddha
bersabda bahwa, “Barang siapa sempurna dalam Kelompok umat Buddhadan mempunyai pandangan terang, teguh dalam
dhamma, selalu berbicara benar dan memenuhi segala kewajibannya, maka semua
orang akan mencintainya (Dh.XVI: 217).
Kelompok umat Buddhamerupakan dasar
utama dalam pengamalan ajaran agama. Sebagai umat Buddha Kelompok umat BuddhaBuddhis ini sebaiknya dilaksanakan dengan tekun
dan ketat. Dengan menjalani Kelompok umat
BuddhaBuddhis sesuai ajaran Sang Buddha. Lima sīla di dalam kehidupan sehari-hari ini apabila dilakukan, akan
membawa manfaat yang sangat banyak bagi
kehidupan sehari-hari. Antara lain kita akan mendapatkan perlindungan dari Sang
Buddha. Pelaksanaan aturan moralitas Buddhis bagi umat awan bertujuan untuk
memperoleh kedamaian dan ketenangan bagi diri sendiri maupun orang lain. Kelompok umat Buddha adalah langkah
terpenting dalam menjalani kehidupan untuk mencapai peningkatan batin yang
luhur. Menjalani Buddhis dengan tekun, hendaknya umat tidak boleh melanggar Kelompok umat BuddhaBuddhis.
Kelompok umat Buddhadi dalam agama
Buddha terdiri dari lima latihan moral, yaitu:
1.
Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi (aku bertekad akan melatih diri
menghindari pembunuhan makhluk hidup).
2.
Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi (aku bertekad akan melatih diri
menghindari pengambilan barang yang tidak diberikan oleh pemiliknya).
3.
Kāmesu micchācārā veramaṇī
sikkhā-padaṁ samādiyāmi (aku bertekad akan melatih diri
untuk menghindari perbuatan asuPañcasīla).
4.
Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi (aku bertekad akan melatih diri
untuk menghindari ucapan yang tidak benar)
5. Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā
veramaṇī sikkhā-padaṁsamādiyāmi (aku bertekad
akan melatih diri untuk menghindari segala minuman keras yang dapat menyebabkan
lemahnya kewaspadaan) (STI.2005:26).
Penjelasan:
1.
Pāṇātipātā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi
1.
Yaitu
aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup. Kita
sebagai umat Buddha seharusnya menghindari diri dari pembunuhan makhluk hidup.
Kita tidak boleh membunuh baik dari hewan yang paling kecil seperti semut, kutu
sampai hewan yang besar.
Suatu pembunuhan
telah terjadi apabila terdapat lima faktor, yaitu:
1.
Ada
makhluk hidup.
2.
Mengetahui
bahwa makhluk itu masih hidup.
3.
Berniat
untuk membunuh.
4.
Melakukan
usaha untuk membunuh.
5.
Makhluk
tersebut meninggal karena usaha itu (Tim Penyusun :2003:29).
Apabila terdapat faktor dalam suatu tindakan pembunuhan, maka telah terjadi
pelanggaran sīla pertama. Karena Kelompok umat Buddhasangat berpengaruh
pada kamma, dan kamma inilah yang akan membawa kemana kita akan terlahir kembali.
Untuk itu hindarilah diri kita dari perbuatan pembunuhan. Senantiasa
menginginkan kesejahteraan bagi semua makhluk dilandasi dengan rasa cinta
kasih. Jadi seorang umat yang melanggar pembunuhan hidupnya tidak tenang,
umurnya relatife pendek, dan cenderung memiliki penyakit.
Dalam Samyutta Nikaya (III:15) Buddha
mengajarkan bahwa “pembunuh melahirkan pembunuh”. Di kisahkan seperti cerita
dari keturunan Raja Bimbisara. Keturunan Raja Bimbisara ini adalah mereka yang
membunuh ayahnya masing-masing. Salah satunya adalah anak dari Raja Bimbisara
yaitu Raja Ajatasattu yang membunuh Raja Bimbisara atau ayahnya. Ini adalah
kisah singkat mengenai pembunuh melahirkan pembunuh. Jika seseorang mematuhi
sila pertama untuk tidak membunuh, ia mengendalikan kebenciannya dan
mengembangkan cintakasih. (Dhammananda. 2004:236)
2.
Adinnādānā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi.
Adalah aku bertekad akan melatih diri menghindari dari pencurian. Semua
agama juga mengajarkan untuk tidak mencuri. Dalam agama Buddha, mencuri adalah
pelanggaran sila kedua. Buddha mengajarkan bahwa akibat mencuri akan membawa
penderitaan bagi si pencuri itu sendiri. Hal ini diuraikan jelas di dalam kitab
Samyutta Nikaya (III, 15). Ketika beliau berkata kepada para bhikkhu bahwa
manusia mencuri akan berakibat: “ia akan terus merampok/ mencuri, hingga saat
tindakan tersebut menjadi penyebab kematiannya”.
Jadi si pelaku itu akan terus mencuri, sebelum dia menyesal bahwa pencurian
mengakibatkan dia terlahir di alam rendah. Untuk itu dia harus menyadari bahwa
mencuri itu adalah perbuatan yang buruk serta melanggar sila. Akibat melanggar sila adalah si pelaku terlahir di alam apaya 4.
Suatu pencurian telah terjadi bila terdapat lima faktor, sebagai berikut:
1.
Suatu
barang milik orang lain.
2.
Mengetahui
bahwa barang itu ada pemiliknya.
3.
Berniat
untuk mencurinya.
4.
Melakukan
usaha untuk mengambilnya.
5.
Berhasil
mengambil melalui usaha itu (Tim Penyusun, 2003: 29-30).
Yang dimaksud dengan berhasil melalui usaha itu adalah apabila barang itu
telah berpindah dari tempat semula. Misalnya seseorang mengambil handphone, dan
handphone itu sudah berpindah dari tempatnya, itu sudah dikatakan mencuri.
Contohnya lagi, ketika seseorang mencuri dan tiba-tiba pemiliknya datang, dan
kemudian ia mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya, ia sudah dikatakan
mencuri, karena barang tersebut sudah berpindah dari tempatnya. Pelanggaran Kelompok umat Buddhaberakibat sangat
buruk, sesuai dengan kekuatan kehendak untuk mencuri, nilai barang yang dicuri
dan tingkat kemajuan rohani pemiliknya (orang suci).
Bila kita tidak mau kehilangan apa yang kita miliki, kita tidak boleh
mengambil barang milik orang lain. Seseorang hendaknya memiliki rasa saling
menghargai kepemilikkan orang lain terhadap benda tersebut. Jadi dengan
menghargai kepemilikkan orang lain, kita juga menghargai benda yang kita
miliki.
Jika mematuhi sila kedua, ia mengendalikan ketamakannya dan mengembangkan
ketidakmelekatan. (Dhammananda. 2004:236)
3.
Kāmesu micchācārā veramaṇī
sikkhā-padaṁ samādiyāmi
2.
Adalah
aku bertekad untuk menghindari diri dari perbuatan asusila. Menahan diri
merupakan hal yang terpenting dalam Buddhisme. Untuk itu kita harus menjaga
perilaku kita sebaik mungkin, agar pelanggaran sīla ketiga ini tidak muncul.
Perilaku seksual bermacam-macam, diantaranya: berzinah, perkosaan, dan
perselingkuhan.
Suatu tindakan asusila telah terjadi bila terdapat lima faktor yang terdiri
dari:
1.
Orang
yang tidak patut untuk disetubuhi
2.
Mempunyai
niat untuk menyetubuhi orang tersebut
3.
Melakukan
usaha untuk menyetubuhinya
4.
Berhasil
menyetubuhinya (Tim Penyusun : 2003 : 31).
Mengenai orang yang tidak patut disetubuhi adalah wanita-wanita sebagai
berikut:
1.
Di
bawah perlindungan ibunya (maturakkhita)
2.
Di
bawah perlindungan ayahnya (piturakkhita)
3.
Dalam
perlindungan ayah dan ibunya (matapiturakkhita)
4.
Dalam
perlindungan kakak perempuannya atau adik perempuannya (bhginirakhita)
5.
Dalam
perlindungan kakak lelakinya atau dalam perawatan adik lelakinya (bhaturakkhita)
6.
Dalam
perlindungan sanak keluarganya (natirakkhita)
7.
Dalam
perlindungan orang sebangsanya (gotarakkhita)
8.
Dalam
perlindungan pelaksanaDharma (dhammarakkhita)
9.
Yang
sudah dipinang oleh raja atau orang-orang yang berkuasa (saparidanda)
10.
Yang
sudah bertunangan (sarakkheta)
11.
Yang
sudah dibeli oleh seorang lelaki, atau telah digadaikan oleh orangtuanya (dhanakkheta)
12.
Yang
tinggal oleh lelaki yang dicintainya (chandavisini)
13.
Yang
rela dikawini oleh lelaki karena mengharapkan harta benda (bhagavasini)
14.
Yang
rela dikawini oleh lelaki karena mengharapkan barang-barang sandang (patavansini)
15.
Resmi
menjadi istri seorang lelaki dalam suatu upacara adat istiadat (odapattagagini)
16.
Yang
menjadi istri seorang lelaki yang membebaskannya dari perbudakkan (abhatasumbatta)
17.
Tawanan
yang kemudian dikawini oleh seorang laki-laki (dhajabata).
18.
Pekerja
yang dikawini oleh majikannya (kammakaribhariya).
19.
Budak
yang kemudian dikawini oleh majikannya (dasibhari).
20.
Yang
menjadi istri seorang lelaki dalam jangka waktu tertentu (muhuttika) (Tim Penyusun, 2003:31-32).
Yang dimaksudkan dengan berhasil menyetubuhi adalah berhasil memasukkan
alat kelaminnya ke dalam salah satu dari rahim, dubur dan mulut walaupun
sedalam biji wijen. Pelanggaran ini akan berakibat buruk, yang berat ringannya
tergantung pada kekuatan yang mendorongnya dan cara pelaksanaannya, serta
status atau tingkat rohani dari wanita yang bersangkutan, misalnya seorang
bhikkhuni atau mereka yang telah mencapai kesucian. Buah kamma yang kita dapat,
apabila kita melanggar sīla ketiga
yaitu kita tidak disenangi teman dan
mempunyai pasangan hidup yang tidak disenangi orang lain. Dia yang
mengendalilan nafsu inderawi dan mengambangkan rasa kecukupan, adalah mematuhi sīla ketiga (Dhammananda. 2004:236)
4.
Musāvādā veramaṇī sikkhā-padaṁ
samādiyāmi
Adalah aku bertekad akan melatih diri menghindari diri dari berbohong.
Seorang umat awan hendaknya menghindari perkataan yang tidak benar dan selalu
mengucapkan kata-kata yang sopan. Sehingga, di dalam hidup bermasyarakat akan
tercipta suasana yang tenang, karena tidak ada kebohongan diantara semuanya.
Musavada telah terjadi bila terdapat empat faktor yang terdiri dari:
1.
Sesuatu
atau hal yang tidak benar.
2.
Mempunyai
niat untuk menyesatkan.
3.
Berusaha
untuk menyesatkan.
4.
Orang
lain jadi tersesat (Tim Penyusun , 2003 : 32-33).
Buddha mengajarkan bahwa “ seseorang seharusnya mengucapkan hanya ucapan
yang menyenangkan, ucapan yang disambut dengan gembira. Ketika diucapkan tidak
membawa keburukan apa yangdiucapkan adalah menyenangkan bagi orang lain” (Samyutta Nikaya, 2010:287).
Dalam kehidupan sehari-hari kita hendaknya berbicara dengan benar dan
gembira. Suatu perkataan itu mengandung makna dan bermanfaat. Sehingga orang
yang mendengar akan senang dengan ucapan kita.Dalam Kakacupama Sutta Majjhima
Nikaya 1, Buddha mengatakan bahwa, ucapan benar dapat terjadi apabila terdapat
5 syarat sebagai berikut:
1.
Ucapan
itu tepat pada waktunya
2.
Ucapan
itu sesuai kebenaran
3.
Ucapan
itu lembut
4.
Ucapan
itu bermanfaat
5.
Ucapan
itu penuh cinta kasih.
Penjelasan di atas merupakan syarat dari ucapan benar. Seorang umat Buddha
sebaiknya, melakukan 5 syarat di atas. Ucapan benar akan menimbulkan
kebijaksanaan, menciptakan perdamaian dan menghilangkan perpecahan. Ucapan yang
tidak benar ini akan menimbulkan kamma buruk bagi pelakunya. Diantaranya, tidak
dipercayai oleh orang lain, dan menderita karena dia telah mengucapkan
perkataan yang tidak benar. Untuk itu hindarilah ucapan berbohong dan selalu
mengucapkan kata-kata yang benar dan bermanfaat. Mematuhi sila keempat berarti
mengembangkan kejujuran. (Dhammananda.2004:236)
5.
Surameraya
Surā-meraya-majja-pamādaṭṭhānā veramaṇī sikkhā-padaṁsamādiyāmi.
Adalah aku bertekad akan melatih diri dari menghindari minum minuman keras
yang dapat melemahkan kesadaran. Hilangnya pengendalian terhadap kesadaran
dapat mengakibatkan hilangnya pengendalian terhadap pikiran, ucapan dan
perbuatan. Seseorang yang melanggar sila kelima ini kesadarannya hilang, dan
dia dapat melakukan apa saja yang dapat membahayakan dirinya sendiri.
Sīla kelima ini telah
dilanggar, bila terdapat lima macam faktor sebagai berikut:
1.
Sesuatu
yang merupakan sura, meraya, atau majja.
2.
Ada
niat untuk meminum, menggunakannya.
3.
Meminum
atau menggunakannya.
4.
Timbul
gejala-gejala mabuk (Tim Penyusun, 2003: 34).
Tujuan dari pelaksanaan sīla
kelima ini adalah untuk melatih kesadaran kita terhadap segala hal yang dapat
memperlemah pengendalian diri dan kewaspadaan. Dengan mengontrol pikiran dengan
benar, dan selalu waspada terhadap segala tindakan yang kita perbuat. Jadi,
waspadalah terhadap semua tindakan yang akan kita perbuat. Peranan Kelompok umat BuddhaBuddhis dalam
kehidupan sehari-hari sangat bermanfaat. Melalui pemahaman yang benar tentang Kelompok umat BuddhaBuddhis dalam
kehidupan sehari-hari diharapkan semua umat awam menjalaninya dengan
sungguh-sungguh. Sīla itu adalah
dasar praktik dalam ajaran Buddha, tujuannya adalah untuk menghilangkan nafsu
kasar yang diwujudkan melalui pikiran, perkataan, dan perbuatan. Aturan ini
juga merupakan dasar yang sangat diperlukan bagi orang yang ingin mengembangkan
pikirannya (meditasi). (Dhammananda. 2004:236)
F. KERANGKA
BERPIKIR
Perencanaan
|
SIKLUS I
|
Pengamatan
|
Refleksi
|
Perencanaan
|
SIKLUS II
|
Metode
Simulasi Film Pendek
|
Refleksi
|
Metode
Simulasi Film Pendek
|
Pengamatan
|
Gambar 2.1: Siklus Penelitian Tindakan
(Arikunto, 2014:137)
Gambar
di atas menjelaskan bahwa setelah melalui pengamatan dua siklus, penerapan
Metode Kontekstual dapat meningkatkan motivasi belajar dan pemahaman tentang Kelompok umat Buddhapada siswa beragama
Buddha kelas VII SMP Negeri 2 Sungailiat Tahun Pelajaran 2016/2017.
G. HIPOTESIS
Berdasarkan kajian
teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian sebagai
berikut:
1. Metode
Kontekstual Dalam Pendidikan Agama Buddha Kelas VII dapat meningkatkan motivasi
belajar Siswa Beragama Buddha Kelas VII di SMP Negeri 2 Sungailiat Temanggung
2. Metode
Kontekstual Dalam Pendidikan Agama Buddha Kelas VII dapat meningkatkan
pemahaman tentang kelompok umat Buddha siswa Beragama Buddha Kelas VII di SMP
Negeri 2 Sungailiat Temanggung.
METODOLOGI PENELITIAN
A.
OBJEK PENELITIAN
1.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang diteliti adalah seluruh siswa kelas VII
SMP Negeri 2 Sungailiat Kabupaten Bangka sejumlah 14 siswa yang beragama Buddha
dengan jumlah laki-laki 10 siswa dan perempuan 4 siswa. Penelitian ini
ditujukan pada kelas VII karena di SMP Negeri 2 Sungailiat Kabupaten Bangka
selama ini belum pernah dilakukan jenis penelitian yang sama.
Table 3.1 Subjek Penelitian
Jenis Kelamin
|
Jumlah
|
L
|
10
|
P
|
4
|
Total
|
14
|
2.
Tempat
dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian yaitu
di SMP Negeri 2 Sungailiat Kecamatan Sungailiat Kabupaten
Bangka.Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2017 sampai dengan bulan Desember 2017.
B.
DESAIN
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan karena penelitian tindakan kelas adalah merupakan penelitian yang lebih sesuai dengan tugas pokok dan fungsi guru,
meningkatkan kualitas pembelajaran, meningkatkan kualitas siswa, serta mencapai tujuan pembelajaran atau pendidikan.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau Classroom
Action Research yang merupakan bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, dilakukan untuk meningkatkan kematangan rasional dari tindakan-tindakan dalam melakukan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang
dilakukan itu,
serta memperbaiki kondisi tempat praktik pembelajaran tersebut dilakukan.
DalampenelitianinimemakaiPenelitiantindakankelasadalahbentukkajian
yang bersifat reflektif.
Padapenelitianinidisampinguntukmemantaupermasalahanbelajar
yang dihadapisiswa juga membantu guru
dalamupayamemperbaikicaramengajarnyaselamakegiatanbelajarmengajarberlangsung.
Refleksitindakan yang diperolehbiasberupa (a)
praktik-praktiksocialataupendidikan yang dilakukanoleh guru, (b)
pemahamanterhadappraktik-praktiktersebutdan (c) situasi yang
melatarbelakangipraktikitudilaksanakan. Penelitiantindakankelasdilakukansecarakolaboratif, untuk kemantapan rasional dalam pelaksanaan tugas, serta memperbaiki kondisi tempat praktik pembelajaran sendiri.
1.
Perancangan
Kegiatan yang
dilakukan pada perancangan adalah sebagai berikut ;
Refleksi awal,
peneliti bersama teman sejawat mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha yaitu Priyanto,
S.Ag, guru pamong mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan motivasi
belajar dan pemahaman tentang sila siswa kelas VII dan mendiskusikan cara yang
efektif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman tentang kelompok umat Buddha.
Peneliti dan guru
pamong, guru mata pelajaran Pendidikan Agama Buddha merumuskan permasalahan secara operasional
dan relevan dengan rumusan masalah penelitian.
Merumuskan
hipotesis tindakan yang lebih menitikberatkan pada pendekatan naturalistik,
sehingga hipotesis tindakan yang dirumuskan bersifat fleksibel yang mungkin
mengalami perubahan sesuai dengan kondisi lapangan.
Menetapkan dan
merumuskan rancangan tindakan yang meliputi:
a.
Menetapkan indikator-indikator desain atau strategi
pembelajaran berupa pelaksanaan pembelajaran materi kelompok umat Buddha.
b.
Memilih metode yang dipergunakan dalam pembelajaran pelaksanaansila, serta strategi pembelajaran
berdasarkan masalah yang merupakan bahan intervensi atau pemberian perlakuan
dalam proses pembelajaran materi Kelompok
umat Buddha berupa rancangan program, bahan, strategi pembelajaran dan
evaluasi.
c.
Menyusun metode dan alat perekam data yang berupa tes,
catatan lapangan, pedoman analisis, dokumen, dan catatan harian.
d.
Menyiapkan media untuk pelaksanaan pembelajaran yang menggunakan metode Kontekstual untuk
menunjang pelaksanaan pembelajaran tentang kelompok umat Buddha.
e. Menyusun rencana pengolahan data yang bersifat
kualitatif maupun kuantitatif.
2.
Tahap
Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan
Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini;
peneliti
melaksanakan desain atau penyampaian materi dengan menggunakan media dan metode
pembelajaran berdasarkan masalah yang telah direncanakan. Peneliti dalam
melakukan proses pembelajaran dalam rangka menyampaikan materi pelajaran pokok
bahasan Kelompok umat Buddha sekaligus
melakukan pengamatan secara sistematis terhadap pelaksanaan kegiatan proses
pembelajaran Kelompok umat Buddha dengan
mempergunakan metode Kontekstual. Kegiatan pengamatan dilakukan secara komprehensif
dengan memanfaatkan alat perekam data, pedoman pengamatan serta catatan
lapangan yang dibutuhkan. Dalam kegiatan pengamatan yang peneliti lakukan dalam
rangka pengumpulan data yang diperlukan.
Prosedur pelaksanaan pembelajaran tentang Kelompok umat Buddha dengan metode Kontekstual menempuh alur pemikiran sebagai berikut:
a.
Menyiapkan kurikulum, yaitu memilih dan menganalisis
standar kompetensi, kompetensi dasar, serta indikator yang disediakan untuk
dipakai sebagai informasi dalam pembelajaran tentang Kelompok Umat Buddha.
b.
Mengidentifikasi butir-butir yang akan diajarkan itu
diambil dari kurikulum serta mengembangkannya sesuai konteks yang tepat.
c.
Mengidentifikasi berbagai kemampuan yang telah dimiliki
siswa yang relevan dengaan butir-butir pembelajaran termasuk merelevansikan
dengan materi yang diperoleh sebelumnya.
d.
Menganalisis instruksional yaitu mengembangkan tugas-tugas
pokok yang harus dikerjakan siswa dalam pembelajaran tentang kelompok
umat Buddha melalui Kontekstual.
e.
Merumuskan indikator yang hendak dicapai dalam pembelajaran
f. Mengembangkan alat evaluasi atau sistem
penilaian proses pembelajaran.
g.
Mengembangkan strategi pembelajaran berdasarkan masalah
dalam proses pembelajaran.
3.
Refleksi
Setelah pengamatan selesai dilakukan dalam rangka
memperoleh data, kemudian data tersebut diolah dan dianalisis yang akhirnya
dapat dipergunakan sebagai dasar menarik suatu simpulan. Dari simpulan
tersebut, peneliti dapat menentukan perlu tidaknya diadakan penelitian ulang
atau penelitian kembali. Bila ternyata hasil simpulan tersebut tidak sesuai
dengaan rencana semula yang telah ditetapkan, maka langkah berikutnya mencari
faktor-faktor yang menyebabkan adanya ketidaktercapaian tersebut.
Pengumpulaan data pada penelitian ini terdiri atas dua
tahap. Tahap pertama yaitu tahap observasi atau pengamatan pendahuluan, tahap
ini dilakukan dengan melakukan kunjungan ke vihara dengan guru mata pelajaran.
Tahap kedua adalah tahap pengamatan selama dan setelah pemberian tindakan.
Peneliti dan rekan sejawat mendiskusikan hasil pengamatan yang dilakukan. Kegiatan
yang dilakukan meliputi: analisis, sintesis, makna, penjelasan, dan penyimpulan
data dan informasi yang berhasil dikumpulkan. Hasil yang diperoleh merupakan
temuan tingkat efektifitas desain pembelajaran yang dirancang dan daftar
permasalahan yang muncul di lapangan kemudian dipakai sebagai dasar untuk
melakukan perencanaan.
Langkah selanjutnya diadakan perbaikan, kemudian dimulai
lagi dari awal untuk melakukan penelitian tindakan kelas dalam siklus
berikutnya.
C.
TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data dimaksudkanuntukmengungkapkanfaktamengenai
variable yang akanditelitidenganmenggunakanmetode yang tepatdan instrument yang
baku. Metodepengumpulan data merupakancaraataujalan yang
digunakanolehpenelitiuntukmengumpulkan data dalampenelitian (Arikunto,2014:192).
Penelitianinimenggunakanangket dan observasi dalampengumpulan
data. Angketadalahsejumlahpertanyaantertulis yang
digunakanuntukmemperolehinformasidanrespondendalamartilaporantentangpribadinya,
atauhal-halyang iaketahui. Tujuandigunakanangketdalampenelitianiniadalahuntukmengungkapaktivitasbelajarsiswabaiksebelumdikenaitreatmenmaupunsesudahnya
(Susilo,2011:39).
Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara peneliti
melakukan pengamatan secara langsung di lapangan. Teknik Pengumpulan Data
dengan Metode Observasi adalah sistem atau rencana untuk mengamati perilaku.
Selain itu, observasi juga diartikan sebagai pengamatan dan pencatatansecara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian(Margono, 2003).
a.
Studi
Dokumentasi
Data dokumentasi yang diperoleh berupa laporan individu
guru pendidikan agama Buddha yang menjadi objek penelitian.
b.
Angket
Angket adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperangakat pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya (Sugiyono.2012:199).
c.
Prosedur
Penyusunan Instrument
Prosedur penyusunan instrument dalam penelitian dimulai
dengan menyusun: 1). merancang instrument atau membuat kis-kisi, 2). penulisan
butir soal, 3). penyuntingan instrument, 4). uji coba instrumen, 5). analisa
hasil, 6). mengadakan revisi terhadap item-item yang dirasa kurang baik, dengan
mendasarkan diri pada data yang diperoleh sewaktu di uji coba
(Arikunto,2010:136).
d.
Jenis
Instrumen
Arikunto (2014:194-192) menggolongkan angket menjadi tiga
jenis yaitu :
1.
Berdasarkan cara menjawab dibedakan menjadi dua aspek yaitu
angket terbuka dan tertutup
2.
Bedasarkan dari jawaban dibedakan menjadi dua yaitu angket
langsung dan tidak langsung
3.
Dipandang dari bentuknya dibedakan menjadi empat yaitu
angket pilihan ganda, isian, checklist, dan ratingscale.
Berdasarkan macam-macam angket diatas
dalam penelitian ini menggunakan angket checklist, tujuan penggunaan dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas belajar siswa baik sebelum dan
sesudah diberi perlakuan.
e.
Cara
Pemberian Skor
Jawaban pilihan pada angket terdiri dari lima alternatif jawaban yaitu
sangat baik, baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik. Penjelasan dan
pemberian skor masing-masing jawaban yang terdapat pada setiap variable yang
ada pada penelitian. skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Skala Likert, keterangannya sebagai
berikut :
Tabel 3.2
SkoringButir Item
No
|
PernyataanFavorabel
|
Skor
|
1
|
SangatSesuai
(SS)
|
5
|
2
|
Sesuai
(S)
|
4
|
3
|
CukupSesuai
(CS)
|
3
|
4
|
TidakSesuai
(TS)
|
2
|
5
|
SangatTidakSesuai
(STS)
|
1
|
Sumber
: (Sugiyono, 2010:134)
f.
Kisi-Kisi
Instrumen
Instrumenpenelitian disusun berdasarkankisi-kisi
variable penelitianyaitu variable Y1
yaitu motivasi belajar
dan Y2 pemahaman tentang Kelompok
umat Buddha (sesuai Variabel).
Dari variable diberikandevinisioperasional, kemudian membentuk indikator yang akandiukur,
dariindikatorkemudiandijabarkanmenjadibutir-butirpenyataan seberti berikut ini:
Variabel
|
Sub Variabel
|
Indikator
|
Item
|
Jumlah
|
|||||
Motivasi Belajar
|
Keunggulan dalam tugas
|
1. Tekun menghadapi tugas
2. Ulet dalam menghadapi tugas
3. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal
|
1,2,3
4
5
|
3
1
1
|
|||||
Keunggulan dalam kualitas
diri
|
1. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah (Minat untuk sukses)
2. Mempunyai orientasi ke masa depan
3. Lebih senang bekerja mandiri
|
6,7,8
9
10
|
3
1
1
|
||||||
Keunggulan dibanding siswa
lain
|
1. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin
2. Dapat mempertahankan pendapatnya dan tidak mudah melepaskan hal yang
sudah diyakininya
3. Memiliki kemampuan belajar yang lebih baik
|
11,12
13,14
15
|
2
2
1
|
||||||
Pemahaman Tentang kelompok umat Buddha
|
Pabbajita
|
1.
Memahami pengertian Pabbajita
2.
Mengetahui syarat jadi samanera/samaneri
3.
Mengetahui syarat jadi bhikkhu/bhikkhuni
4.
Memberikan persembahan terhadap pabbajita
5.
Memberikan penghormatan terhadap pabbajita
|
16
17
18
19
20
|
1
1
1
1
1
|
|||||
Gharavasa
|
1.
Memahami pengertian Gharavasa
2.
Mengetahui yang termasuk gharavasa
3.
Mengetahui syarat menjadi upasaka/upasika
4.
Mempratekkan pancasila buddhis
5.
Memberikan penghormatan terhadap Gharavasa
|
21
22
23
24
25
|
1
1
1
1
1
|
||||||
g.
Validitas
Instrumen
Valid berarti instrumen yang digunakan
dalam penelitian telah dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya
diukur (Sugiyono,2008:121). Validitas sangat penting karena tanpa instrumen
yang valid, data atau penelitian akan memberikan kesimpulan yang bias. Tinggi
rendahnya validitas instrument menunjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak
menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud (Arikunto,2014:211-212).
Jenis validitas yang digunakan adalah
validitas eksternal. Validitas eksternal berkenaan dengan instrumen yang
dicapai apabila data yang dihasilkan dari instrumen tersebut sesuai dengan data
atau informasi lain yang mengenai variabel penelitian yang dimaksud
(Arikunto,2014:212).
h.
Jadwal
dan Waktu Pelaksanaan Pengumpulan data
Pelaksanaanpengumpulan data
inidilaksanakanpadabulan November sampai bulan Desember 2017.
Jadwal penggumpulan
data dalampenelitiandapatdilhatdaribagandibawahini:
Tabel
3.4
Waktupelaksanaanpengumpulan
data
No
|
WAKTU
|
KETERANGAN
|
1
|
November 2017
|
Memulai Penelitian/Mengadakan ujicoba angket 1 (Pra Siklus)
|
2
|
November 2017
|
Melakukan pembelajaran kontekstual Pendidikan Agama Buddha ke Vihara (siklus 1)
|
3
|
November 2017
|
Melaksanakan
Post test dan observasi siklus 1
|
4
|
November 2017
|
Melaksanakan
Post test dan observasi siklus 1
|
5
|
November 2017
|
Melakukan pembelajaran kontekstual Pendidikan Agama Buddha ke Vihara (siklus 2)
|
6
|
November 2017
|
Melaksanakan
Post test dan observasi siklus 2
|
7
|
November 2017
|
MengadakanujicobaAnget
2 (setelah siklus 2)
|
8
|
Desember 2017
|
Melakukan Evaluasi
|
9
|
Desember 2017
|
Penelitian Selesai
|
D.
TEKNIK
ANALISIS DATA
Metodedanteknik data yang
digunakanuntukmenjawabpermasalahan penelitian yang telahdirumuskan, data yang
dikumpulkandianalisismenggunakanteknik statistic. Analisis data
padapenelitianinidenganmenggunakananalisinonpramatik. Data yang
dikumpulkanakandianalisamenggunakananalisisujit-testkomperatifdua sample dengan melaluiperhitungancomputermenggunakansoftware komputer.
Pedomanpenskoranuntukmasing-masingkategoriadalahsebagaiberikut
:
Tabel
3.6
TabelNilaiskorAngket
NO
|
KategoriJawaban
|
Skor
|
1
|
Sangat sesuai
|
5
|
2
|
Sesuai
|
4
|
3
|
Cukup sesuai
|
3
|
4
|
Tidak sesuai
|
2
|
5
|
Sangat tidak sesuai
|
1
|
Langkahuntukmencarinilai interval
prosentaseadalahsebagaiberikut:
Nilaiprosentasetertinggi : (5:5) x100% = 100%
Nilaiprosentaseterendah : (1:5) x100% = 20%
Rentangnilaiprosentase :
prosentasetertinggi-Prosentaseterendah
100
% - 20% = 80%
Kelas
interval dicaridenganmenggunakanrumussebagaibeikut :
Keterangan
:
: Interval
: Jarak pengukuran
Tabel
3.7
Skala
Interval Prosentase Motivasi Belajar
Interval
|
Kriteria
|
85-100%
|
Sangat sesuai
|
69-84%
|
Sesuai
|
53-68%
|
Cukup sesuai
|
37-52%
|
Tidak sesuai
|
20-36%
|
Sangat tidak sesuai
|
TeknikhasilpenebaranangketaktivitasdanMotivasibelajarsiswaTeknikujit-test. Teknikujivaliditaspenelitianinimenggunakansoftware SPSS 16 For Windows.
Hipotesis statistic darianalisisujit sampelberpasangan yang akan di
ujidalampenelitianiniadalah :
Ho:
Ha:
Kriteriapengujian yang
akandigunakandarihipotesis di atasadalahsebagaiberikut :
Ho= Penggunaan simulasi film pendek tidakberpengaruhterhadap peningkatan motivasi belajar dan pemahaman tentang Kelompok
umat Buddhasiswa beragama
Buddha Kelas VII
di SMP Negeri 2 Sungailiat
Kabupaten Bangka.
Ha
= Penggunaan simulasi film pendek berpengaruhterhadap peningkatan motivasi belajar dan pemahaman tentang Kelompok
umat Buddhasiswa
agama Buddha Kelas VII
di SMP Negeri 2 Sungailiat
Kabupaten Bangka.
E.
INDIKATOR
KEBERHASILAN
Indikator keberhasilan dalam penelitian
ini terdiri dari indikator peningkatkan motivasi
belajar dan pemahamantentang Kelompok
umat Buddha. Adapun prosentase dari kedua
indikator tersebut adalah motivasi
belajar dan pemahaman tentang Kelompok
umat Buddha siswa meningkat jika
secara klasikal minimal 80.
1.
Ukuran
indikator keberhasilan peningkatan Motivasi
Indikator keberhasilan
peningkatan motivasi belajar siswa pada penelitian ini dapat diukur dengan
adanya peningkatan motivasi belajar siswa dari siklus pertama ke siklus
berikutnya masuk dalam kategori baik atau sangat baik.
2.
Ukuran
indikator keberhasilan peningkatan pemahaman tentang kelompok umat Buddha
Indikator keberhasilan pemahaman
tentang kelompok umat Buddha adalah ketuntasan dalam belajar dan ketuntasan
dalam proses pembelajaran. Artinya tercapainya kompetensi yang meliputi
pengetahuan, ketrampilan, sikap, atau nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak. Ketuntasan ini belajar mengacu pada standar kompetensi
dan kompetensi dasar serta indikator yang terdapat dalam kurikulum. Sedangkan
ketuntasan dalam pembelajaran berkaitan dengan standar pelaksanaannya yang
melibatkan komponen guru dan siswa. Kriteria keberhasilan adalah ukuran tingkat
pencapaian prestasi belajar yang mengacu pada kompetensi dasar dan standar
kompetensi yang ditetapkan yang mencirikan penguasaan konsep atau ketrampilan
yang dapat diamati dan diukur.
Pencapaian indikator dapat
dijaring dengan beberapa soal/tugas. Kriteria ketuntasan belajar setiap
indikator yang telah ditetapkan dalam suatu kompetensi dasar berkisar antara 0%
– 100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator adalah 75% (KKI) atau KKM yang telah ditentukan
mencapai jumlah minimal 80%.
Jadi, keberhasilan pemahaman tentang Kelompok
umat Buddhadianggap
berhasil jika ketercapaian KKM meningkat secara
klasikal minimal 80.
DAFTAR PUSTAKA
SEMENTARA
AngutaraNikaya
I ( The Book Of The Gradual Sayings
Vol.I). 1989. London: PaliText
Society.
AngutaraNikaya III ( The Book Of The Gradual Sayings Vol.I).
1986. London: Pali Text Society
AngutaraNikaya
IV ( The Book Of The Gradual Sayings Vol.I). 1986 London: Pali Text society
AngutaraNikaya
V ( The Book Of The Gradual Sayings Vol.I). 1986. London: Pali Text Society Society
Arikunto, Suharsimi.1990. ManajemenPengajaran. Jakarta: PT.
RinekaCipta.
Arikunto, Suharsimi.2006. ProsedurPenelitianSuatuPendekatanPraktik.
Jakarta: RinekaCipta.
Arzyad, Azhar.
2011. Media Pembelajaran. Jakarta:PT.
Rajagrafindo Persada
Dananjaya,
Utomo.2012. Media Pembelajaran Aktif. Bandung: Penerbit NUANSA
Dhammapada
(The Word Of The Doctrine) 2000. Translated. K.R. Norman. Oxford: The Pali Text
Society.
DighaNikaya
(Dialogue Of The Buddha) Vol II. Terjemahan David, Rhys. 1979. London : The
Pali Text Society.
MajjhimaNikaya
II (The Middle Length Saying). 1970. Transled.I.B Horner. Oxford. The Pali Text
Society.
MajjhimaNikayaI (The Middle Length Saying vol.1). 1989.
Terjemahan .I.B Horner. London. The Pali Text Society.
MajjhimaNikayaIII (The Middle Length Saying). 1970.
Transled.I.B Horner. Oxford. The Pali Text Society.
Mukti,
KrishanandaWijaya. 2003. Wacana Buddha Dharma.
Jakarta: Ekayana Buddhist Centre.
Nasir,
Moh. (1983), Metode Penelitian, Bogor: Ghalia Indonesia
Panjika.
2004. KamusUmum Buddha Dhamma. Jakarta: Tri SattvaBuddhis Center.
Sardiman,
AM.2006. InteraksidanMotivasiBelajarMengajar. Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada
Sugiyono.
2008. StatistikUntukPenelitianKuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Sugiyono.2008.Metode
PenelitianKuantitatif, kualitatifdan R&D. Bandung: Alfabet.
SuttaNipata
(The Group Of Discourses).Terjemahan Norman, Horner, I.B &Walpola
Rahula.1984.London:ThePaliTeks Society
The
Group Of Discipline.Terjemahan
Bhikkhu
Nyanamoli.1982.London:ThePaliTeks Society
http://kbbi.web.id/ (diakses 10
Februari 2016)
http://www.psychologymania.com/2012/06/pengertian-bermain-peran-role-play.html
(diakses 8Februari 2106)
http://belajarpsikologi.com/macam-macam-metode-pembelajaran/(diakses
8Februari 2106)
http://kbbi.co.id/arti-kata/paham ( September 2017)
Margono S. Drs. 2007.
Metologi Penelitian Pendidikan Komponen MKDK. PT. Rineka Cipta, Jakart
Tidak ada komentar:
Posting Komentar